Tuhan, aku lelah, sungguh. Entah sampai kapan aku harus melalui ini semua. Aku lelah, Tuhan. Sungguh-sungguh lelah. Semua yang hadir, semua yang terjadi, rasanya aku sudah tidak sanggup lagi meghadapinya. Aku paham; sangat, aku tidak bisa terus mengeluhkan hidup. Tidak seharusnya aku seperti ini. Tuhan, bisakah aku berhenti sejenak? Menarik napas dalam-dalam dan berdamai dengan diriku sendiri sebelum mencoba berdamai dengan permainan semesta? Tuhan, maukah Kau mendengar suara hatiku? Aku merasa asing pada jiwa yang Kau tanamkan dalam tubuh ini. Aku merasa asing dengan segalanya. Begitu banyak beban yang diberikan padaku. Begitu beratnya beban yang harus kupikul saat ini. Aku harus apa, Tuhan? Aku harus seperti apa? Bolehkah aku rehat? Aku bukannya tidak mensyukuri kehidupan yang engkau beri. Bukan, aku hanya lelah. Tuhan, apakah jalanku masih sangat panjang? Apakah aku harus menyelesaikan permainan semesta ini? Apa aku tidak diberi pilihan untuk lari dari semuanya? Aku lelah Tuha
Bagaimana jika seseorang yang kamu anggap akan selalu ada, pergi begitu saja? Bagaimana jika seseorang yang kamu yakini takkan menyakitimu, justru berusaha keras membuatmu hancur? Bagaimana jika keputusanmu untuk tinggal, justru diabaikan dengan begitu saja? Bagaimana jika orang itu adalah kamu? Entah, aku tidak mengerti apa yang mendasariku menulis tentangmu, lagi. Pernah kubilang, aku bosan harus tentangmu lagi. Aku tak ingin ada sesal yang kembali menggebu. Aku tak ingin ada amarah yang muncul akibat merutuki kebodohanku yang terus menunggumu. Setiap detik yang pernah terlewati, setiap menit yang pernah kita bagi, setiap jam yang pernah kita rasakan, terasa tak berarti saat kamu memilih pergi. Untuk apa kita melalui segalanya, jika pada akhirnya tak seindah yang kita bayangkan, lebih tepatnya yang aku bayangkan. Aku mengerti bila selalu ada perpisahan setelah pertemuan. Hanya saja aku tidak bisa mengerti, mengapa perpisahan selalu terasa menyakitkan. Mengapa perpisahan m