Langsung ke konten utama

Postingan

Dialog Batin dengan Tuhan

  Tuhan, aku lelah, sungguh. Entah sampai kapan aku harus melalui ini semua. Aku lelah, Tuhan. Sungguh-sungguh lelah. Semua yang hadir, semua yang terjadi, rasanya aku sudah tidak sanggup lagi meghadapinya. Aku paham; sangat, aku tidak bisa terus mengeluhkan hidup. Tidak seharusnya aku seperti ini. Tuhan, bisakah aku berhenti sejenak? Menarik napas dalam-dalam dan berdamai dengan diriku sendiri sebelum mencoba berdamai dengan permainan semesta? Tuhan, maukah Kau mendengar suara hatiku? Aku merasa asing pada jiwa yang Kau tanamkan dalam tubuh ini. Aku merasa asing dengan segalanya. Begitu banyak beban yang diberikan padaku. Begitu beratnya beban yang harus kupikul saat ini. Aku harus apa, Tuhan? Aku harus seperti apa? Bolehkah aku rehat? Aku bukannya tidak mensyukuri kehidupan yang engkau beri. Bukan, aku hanya lelah. Tuhan, apakah jalanku masih sangat panjang? Apakah aku harus menyelesaikan permainan semesta ini? Apa aku tidak diberi pilihan untuk lari dari semuanya? Aku lelah Tuha
Postingan terbaru

Sebuah Sesal

Bagaimana jika seseorang yang kamu anggap akan selalu ada, pergi begitu saja?  Bagaimana jika seseorang yang kamu yakini takkan menyakitimu, justru berusaha keras membuatmu hancur?  Bagaimana jika keputusanmu untuk tinggal, justru diabaikan dengan begitu saja?  Bagaimana jika orang itu adalah kamu?  Entah, aku tidak mengerti apa yang mendasariku menulis tentangmu, lagi.  Pernah kubilang, aku bosan harus tentangmu lagi.  Aku tak ingin ada sesal yang kembali menggebu.  Aku tak ingin ada amarah yang muncul akibat merutuki kebodohanku yang terus menunggumu. Setiap detik yang pernah terlewati, setiap menit yang pernah kita bagi, setiap jam yang pernah kita rasakan, terasa tak berarti saat kamu memilih pergi.  Untuk apa kita melalui segalanya, jika pada akhirnya tak seindah yang kita bayangkan, lebih tepatnya yang aku bayangkan.  Aku mengerti bila selalu ada perpisahan setelah pertemuan.  Hanya saja aku tidak bisa mengerti, mengapa perpisahan selalu terasa menyakitkan.  Mengapa perpisahan m

Sebuah Mimpi

“Tidak harus dengan meraih cita-cita untuk menyenangkan orang yang kita sayangi, bukan?” – Nadya Wulandari . Hari demi hari berhasil dilewati dengan tawa, air mata, amarah, dan masih banyak rasa lainnya. Hidup memang selalu seperti itu, akan ada grafik yang bergerak tak tentu setiap harinya. Grafik yang sebenarnya bisa kita atur sesuka hati bila kita mengerti apa yang kita mau. Di hari terakhir tahun 2017, saya hanya ingin mengutarakan sebuah proses yang saya lalui di tahun ini. Tentang arti sebuah kesabaran, keikhlasan, kekuatan, yang tentunya telah saya alami belakangan ini. Tahun 2017 bisa dibilang adalah tahun yang paling kompleks bagi saya, jiwa dan raga saya diuji habis-habisan tanpa menyisakan jeda sedikitpun. Perjalanan tahun ini diawali dengan kesibukan saya dalam menyiapkan ujian-ujian yang tidak lama lagi berlangsung serta dilema yang saya rasakan terkait kemana saya akan pergi setelah saya tamat SMA. Beberapa universitas sudah menyosialisasi mengenai tempat mereka me

Purnama Bulan Desember

“Karena emang sesungguhnya, kalo lo mencintai orang yang ngga mencintai lo, itu sama aja kaya lo meluk kaktus. Semakin lo sayang sama dia, lo malah akan semakin sakit.” – Helter Skelter. Suara ketukan di jendela kamarku semakin keras seakan mengikuti alunan lagu Sunshine After The Rain milik Alexander yang aku dengarkan lewat earphone kesayanganku. Suara tidak teratur itu sungguh menganggu ketenanganku. Bukan sekadar suara ketukan jendela saja, tapi suara dibalik ketukan itu lah yang mampu mengacaukan perhatianku. Hft, dia lagi. “Senja, woy!! Ini gue, cepet keluar.” Ya, si penganggu itu adalah sahabatku. Entah sejak kapan aku bisa bersahabat dengan makhluk abstrak seperti dirinya. Satu yang kuketahui pasti, orang yang kusebut makhluk abstrak ini adalah laki-laki pertama yang mampu masuk ke dalam hatiku bahkan lebih dalam dari yang aku pinta. Aku tidak mengerti hal apa yang mampu membuatku menaruh hati padanya. Dan ya, seperti kisah persahabatan klasik lainnya, dia tidak per

Hari Ini, Satu Tahun Lalu #1

Hari ini, satu tahun lalu, seseorang berlalu dari hidupku. Seseorang itu adalah kamu. Kamu yang aku yakini takkan pernah membaca ini, kecuali takdir memberi sebuah keajaiban padamu. Kamu memilih pergi setelah singgah cukup lama di rumahku. Hanya berniat meneduh dari hujan badai yang menerpamu kala itu dan pergi setelah hujan reda. Entah apa yang menjadi sebabmu pergi. Bukankah kamu yang memilihku untuk menjadi bagian dari catatan hidupmu? Lantas, mengapa harus perpisahan tanpa salam yang kau pilih? Entah, aku tidak mengerti apa inginmu yang sesungguhnya. Satu tahun lalu, sebelum hari ini, kita berbagi banyak hal. Tentang kamu dan kekasihmu, misalnya. Tunggu dulu, sebelum semua berpikir yang tidak-tidak, akan aku jelaskan satu hal. Kami hanya sebatas teman, mungkin lebih layak disebut sahabat. Kamu bercerita banyak hal tentangnya yang membuatku diam-diam merasa kagum dengan caramu menghargai perempuan, mengingat aku juga seorang perempuan walau kredibilitasku diragukan banyak orang.

Give Me Dare! #2: Keluarga Baru

“If you’re still want people stay in your life. Then, try to care. Look around you! Learn! Only you can change you.” – Southern Eclipse. Pernah merasa takut berada dalam suasana baru? Pernah merasa khawatir mendapat penolakan dalam lingkungan tersebut? Jika iya, itu artinya aku tidak sendiri. Aku selalu takut jika berurusan dengan sesuatu hal yang baru. Aku takut jika nantinya hal tersebut tidak menerimaku dan jika aku diterima, aku takut terlena dengan hal itu kemudian melupakan beberapa hal yang ada di masa lalu. Aku benci saat banyak orang menghakimi tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam diriku. Mereka hanya berucap tanpa mengerti ketakutan yang aku rasakan. Aku tidak seperti mereka, aku berbeda. Aku merasa ada tembok tinggi yang menghalangi kebebasanku untuk melakukan hal yang orang lain lakukan. Dan sepertinya ketakutan itu sudah tertanam kuat di pikiranku. Beberapa lama setelah aku dinyatakan diterima di perguruan tinggi, rasa takut yang aku rasakan semakin be

Give Me Dare! #1: Tong Sampah

“Haruskah aku membeli waktu kalian agar kalian mau mendengarkan aku sebentar saja?” - Unknown. Menyenangkan bukan memiliki seseorang atau bahkan beberapa yang selalu ada di samping kita dalam kondisi apapun. Mampu berbagi dan bercerita mengenai hal apapun, baik itu hal menyenangkan ataupun menyedihkan. Tanpa takut dia meninggalkan kita, tanpa takut dia membeberkannya pada orang lain, tanpa takut dia menghakimi kita. Beruntung sekali orang-orang seperti itu. Tidak perlu cemas mencari mereka karena sudah dipastikan mereka selalu siap sedia satu langkah di belakang kita. Benar-benar sangat beruntung. Andai aku seperti itu... Suara siapa itu? Ah, maaf, sepertinya suara itu berasal dari relung hatiku. Bicara apa aku ini? Tidak, seharusnya suara itu tidak pernah muncul. Seharusnya aku tidak disini, menatap benda mati yang terus menyala di depanku, melihat segala kekecewaan yang terjadi. Tapi realitanya aku disini, melihat pertunjukkan yang jari-jariku buat. Menari kesana kemari membu