“Haruskah aku
membeli waktu kalian agar kalian mau mendengarkan aku sebentar saja?”- Unknown.
Menyenangkan bukan memiliki seseorang atau bahkan
beberapa yang selalu ada di samping kita dalam kondisi apapun. Mampu berbagi
dan bercerita mengenai hal apapun, baik itu hal menyenangkan ataupun
menyedihkan. Tanpa takut dia meninggalkan kita, tanpa takut dia membeberkannya
pada orang lain, tanpa takut dia menghakimi kita. Beruntung sekali orang-orang
seperti itu. Tidak perlu cemas mencari mereka karena sudah dipastikan mereka
selalu siap sedia satu langkah di belakang kita. Benar-benar sangat beruntung.
Andai aku
seperti itu...
Suara siapa itu? Ah, maaf, sepertinya suara itu
berasal dari relung hatiku. Bicara apa aku ini? Tidak, seharusnya suara itu
tidak pernah muncul. Seharusnya aku tidak disini, menatap benda mati yang terus
menyala di depanku, melihat segala kekecewaan yang terjadi. Tapi realitanya aku
disini, melihat pertunjukkan yang jari-jariku buat. Menari kesana kemari
membuat berbagai kalimat yang terasa menyakitkan saat kubaca ulang. Aku masih
saja disini, enggan pergi walau hati tercabik-cabik. Aku tidak sedih, aku
hanya...
Kecewa...
Baiklah, aku akui, aku kecewa, bahkan sangat kecewa.
Kecewa pada apa yang tidak pernah bisa aku miliki. Kecewa pada keadaan dimana
aku selalu merasa sendiri. Aku kecewa, terlebih pada diriku sendiri. Aku benci
pada diriku yang selalu menduga-duga tanpa ingin bertanya. Aku benci saat aku
merasa sendiri. Aku benci diriku. Aku benci atas apa yang aku punya saat ini.
Aku kecewa karena aku tidak seperti orang lain yang
bisa berbagi apapun, berbagi segala hal yang ingin dibagi. Aku kecewa karena
aku tidak seperti mereka. Aku tidak memiliki siapapun yang bisa kujadikan
sandaran ketika kakiku tidak lagi sanggup menahan beban ini. Aku tidak memiliki
siapapun yang mampu meyakinkanku untuk bangkit dari keterpurukan ini. Aku
sendiri dan aku benci itu. Aku benci pada kesendirianku karena pada saat itu,
akan muncul jiwa lain dalam diriku yang memaksaku untuk menyakiti diriku
sendiri. Memaksaku untuk mengakhiri segalanya dengan cara yang salah. Aku sungguh
tidak mengerti dengan diriku.
Aku diam bukan karena aku tidak ingin berbagi, aku
diam karena aku ingin ada seseorang mendekap tubuhku tanpa bertanya “Kenapa? Ada apa? Are you okay?” Aku
muak mendengar semua pertanyaan-pertanyaan itu. Aku tidak pernah merasa lebih
baik saat pertanyaan itu dilontarkan kepadaku. Tidak pernah. Aku tidak sedang baik-baik saja dan tidak
pernah baik-baik saja. Aku harap kalian tahu itu. Aku hanya ingin kalian
berjalan mendekatiku, menggenggam erat tanganku, menyalurkan kekuatan yang
kalian miliki. Aku tidak seperti kalian yang bisa mengawali sebuah percakapan,
aku tidak bisa karena aku bukan kalian. Aku ingin kalian yang tahu sendiri apa
yang aku inginkan, terdengar egois memang.
Aku sangat sulit menemui orang yang sudi membuang
waktunya untuk mendengarkanku. Mendengarkan keluh kesah yang ada. Sangat sulit berjuang
sendiri, membangkitkan diri sendiri tanpa bantuan orang lain. Seringkali ingin
menyerah namun masih harus bertahan. Depresi. Ya, aku pernah mengalaminya. Aku pernah
terjebak dalam dimensi yang terasa asing. Dimensi yang membuatku tertawa dan menangis
secara bersamaan. Dimensi yang memaksa kedua tanganku untuk menyakitiki diriku
sendiri. Lihat, aku sungguh menyedihan, bukan? Namun, aku berhasil keluar dari
dimensi itu, berlari sejauh-jauhnya hingga dimensi itu tidak tampak lagi.
Aku sudah bertahan sejauh ini. Aku bertahan karena
di luar sana ada ribuan orang yang memiliki masalah lebih berat dariku. Masalahku
ini bukanlah apa-apa dibandingkan yang mereka punya. Maka dari itu aku akan
berusaha sebisa mungkin untuk menjadi pendengar yang baik karena aku tahu
bagaimana rasanya diabaikan. Aku tahu rasanya tidak memiliki siapapun untuk
berbagi. Aku tidak ingin ada nama-nama lain muncul karena mereka depresi
terhadap masalah yang sedang mereka hadapi. Depresi tidak bisa dianggap sepele,
banyak orang yang memilih mengakhiri hidup mereka karena depresi. Mereka bukannya
ingin mengakhiri hidup, mereka hanya ingin membunuh rasa sakit yang mereka
rasakan.
Itu sebabnya aku selalu mengatakan pada semua, aku
ada bersama kalian selama 24 jam dalam seminggu. Aku ada saat kalian ingin berbagi,
aku ingin kalian menyalurkan rasa sakit yang kalian miliki. Ada aku, buat aku
menjadi berguna di hidup kalian. Aku ingin semua rasa yang kalian miliki bisa
tersalurkan. Aku tidak ingin kalian pada akhirnya kecewa dan membenci diri
kalian sendiri. Ada aku, datanglah kepadaku. Apapun yang terjadi, aku berada
tepat satu langkah di belakang kalian. Aku siap memeluk dan menopang kalian
saat kalian terjatuh.
Cukup, aku tidak ingin memperpanjang rasa sakit ini.
Aku hanya ingin membuat kalian mengerti bahwa ada aku yang bisa kalian jadikan “tong sampah”, kapanpun itu. Dan satu lagi,
aku hanya ingin kalian mengerti bahwa tidak selamanya aku menjadi pendengar,
aku juga ingin didengarkan untuk sekali waktu. Bukannya aku ingin timbal balik
dari kalian, aku hanya manusia biasa. Terkadang aku juga butuh didengarkan. Jika
saat kalian sedih, aku ada. Lantas, mengapa kalian pergi saat aku ingin
didengar? Tak bisakah kalian memelukku sebentar saja?
Komentar
Posting Komentar