Langsung ke konten utama

Dialog Batin dengan Tuhan

 

Tuhan, aku lelah, sungguh. Entah sampai kapan aku harus melalui ini semua. Aku lelah, Tuhan. Sungguh-sungguh lelah. Semua yang hadir, semua yang terjadi, rasanya aku sudah tidak sanggup lagi meghadapinya. Aku paham; sangat, aku tidak bisa terus mengeluhkan hidup. Tidak seharusnya aku seperti ini. Tuhan, bisakah aku berhenti sejenak? Menarik napas dalam-dalam dan berdamai dengan diriku sendiri sebelum mencoba berdamai dengan permainan semesta?

Tuhan, maukah Kau mendengar suara hatiku? Aku merasa asing pada jiwa yang Kau tanamkan dalam tubuh ini. Aku merasa asing dengan segalanya. Begitu banyak beban yang diberikan padaku. Begitu beratnya beban yang harus kupikul saat ini. Aku harus apa, Tuhan? Aku harus seperti apa? Bolehkah aku rehat? Aku bukannya tidak mensyukuri kehidupan yang engkau beri. Bukan, aku hanya lelah.

Tuhan, apakah jalanku masih sangat panjang? Apakah aku harus menyelesaikan permainan semesta ini? Apa aku tidak diberi pilihan untuk lari dari semuanya? Aku lelah Tuhan. Aku merindukan orang-orang yang sudah kembali ke sisi-Mu. Aku merindukan mereka untuk ada dalam hidupku. Aku lelah terus merasa sendiri dan berpura-pura menjadi yang terkuat. Bisakah kita berhenti saja, Tuhan?

Tuhan, kini aku sudah semakin dewasa dan pundakku terasa semakin berat. Apakah aku sanggup membawa semua beban ini? Apakah tidak ada pihak lain yang bisa membantuku meringankan beban yang kupikul? Tidak, aku tidak lemah. Hanya saja aku sudah terlalu lelah. Tuhan, tuntun aku agar tidak menyerah terhadap permainan semesta.

Apakah Kau tahu, Tuhan? Hingga kini aku tidak mengerti mengapa engkau memilihku untuk menjalani semuanya? Mengapa Kau begitu yakin aku mampu melewati semua ini? Bahkan diriku sendiri pun saja ragu. Aku tidak ingin menyerah, aku hanya lelah, dan ingin melarikan diri dari semua yang terjadi. Tuhan, bolehkah aku sejenak istirahat di sampingmu?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Give Me Dare! #2: Keluarga Baru

“If you’re still want people stay in your life. Then, try to care. Look around you! Learn! Only you can change you.” – Southern Eclipse. Pernah merasa takut berada dalam suasana baru? Pernah merasa khawatir mendapat penolakan dalam lingkungan tersebut? Jika iya, itu artinya aku tidak sendiri. Aku selalu takut jika berurusan dengan sesuatu hal yang baru. Aku takut jika nantinya hal tersebut tidak menerimaku dan jika aku diterima, aku takut terlena dengan hal itu kemudian melupakan beberapa hal yang ada di masa lalu. Aku benci saat banyak orang menghakimi tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam diriku. Mereka hanya berucap tanpa mengerti ketakutan yang aku rasakan. Aku tidak seperti mereka, aku berbeda. Aku merasa ada tembok tinggi yang menghalangi kebebasanku untuk melakukan hal yang orang lain lakukan. Dan sepertinya ketakutan itu sudah tertanam kuat di pikiranku. Beberapa lama setelah aku dinyatakan diterima di perguruan tinggi, rasa takut yang aku rasakan semakin be

Rindu Ayah

"Gue gak pernah iri ngeliat orang pacaran mesra-mesraan. Gue cuma ngiri ngeliat Ayah sama anaknya bercanda-bercandaan"- Unknown. Iri? Ya, jelas. Di umur gue yang mulai dewasa ini, perhatian Ayah ke gue semakin berkurang. Berangkat sekolah, ketemu gak lebih dari lima menit. Gue pulang jam setengah 4, Ayah lagi kerja. Malem pas gue belajar, Ayah pulang dan keadaannya lagi cape parah. Jadi, sekarang gue jarang banget bisa ngobrol atau sekedar sharing masalah sekolah ke Ayah. Gue selalu ngiri ngeliat anak kecil yang digendong sama Ayah mereka. Gue selalu ngiri liat seorang Ayah yang nyuapin anaknya. Fyi, gue pernah ngerasain semua itu. lebih tepatnya 9 tahun yang lalu. Gak kerasa ya, gue udah gede. Ayah gak mungkin gendong gue lagi, gak mungkin nyuapin gue lagi, apalagi ngelonin gue tidur. Kalo dibilang kangen, gue selalu jawab banget. Kadang gue kalo lagi kangen suka ngode-ngode gitu ke Ayah. Gue sering bilang, "Yah, suapin dong." atau "Yah, keloniiinn....

Kamu; Penduduk Bumi

Cerita ini kubuat spesial untukmu, Penduduk Bumi. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menyimpan kenangan dengan seseorang. Kali ini aku memilih membuat cerita ini. Mencoba menggali kembali kenangan yang sudah terlewati. Mengingat banyak hal yang pernah terlupakan. Mengulik perjalanan panjang yang pernah terjadi bersamamu, Penduduk Bumi. Boleh aku memulainya? Tentu saja, ini ceritaku. Kamu–Penduduk Bumi–yang selalu ada, terimakasih sudah bertahan sejauh ini. Kamu tahu? Aku takut kamu menghilang seperti yang lain,  jauh sebelum kamu merasakannya juga. Aku takut kamu pergi saat aku mulai terbiasa. Aku takut kamu pergi saat aku mulai nyaman. Aku takut, jujur saja. Itu sebabnya aku pernah sedikit menghindarimu. Berjaga-jaga agar hatiku tidak terlalu sakit saat kamu memilih pergi. Apa kamu menyadarinya? Eum, sepertinya tidak. Kamu–Penduduk Bumi–yang selalu hadir dengan semangat yang kamu punya, terimakasih untuk semua waktumu. Terimakasih karena tidak pernah lelah menghadapi