Langsung ke konten utama

Ulang Tahun Langit

Alles Gute um Geburtstag, Langit!
Ternyata orang sepertimu bisa ulang tahun juga. Hahaha. Tahun ini adalah tahun ketiga aku mengucapkan selamat ulang tahun padamu, juga tahun ketiga kamu tidak bersamaku di ulang tahunmu. Selalu saja begitu, kamu harus kembali disaat hari-hari penting seperti ini. Entah kapan akan kembali, tidak ada yang pernah tahu. Aku membuat ini jauh sebelum hari ulang tahunmu tiba. Karena aku tahu, aku tidak bisa mengucapkannya secara langsung atau mungkin sekedar memberimu pesan selamat ulang tahun. Keadaanmu yang sulit ditebak membuatku kesulitan untuk menghubungimu. Aku tidak pernah tahu kapan waktu yang tepat untuk menghubungimu. Tapi aku yakin, ini cara terbaik untuk menyampaikan beberapa hal yang bisa aku sampaikan. Aku percaya kamu akan membacanya walau mungkin sedikit terlambat dan aku harap ekspresimu masih sama seperti saat kamu membaca Surat Untuk Langit.
Selamat ulang tahun, Langit! Ah, aku mengucapkannya lagi. Mengapa cepat sekali umurmu bertambah? Bukankah kemarin kamu baru saja mengenalkan dirimu padaku? Waktu berlalu lebih cepat dari yang aku bayangkan. Kamu sudah semakin dewasa dibanding saat pertama kali kita bertemu. Banyak hal yang berubah darimu, tapi kamu masih menjadi Langit yang aku kenal. Banyak doa dan harapan yang ingin aku ucapkan. Sejujurnya, aku sangat ingin mengatakannya secara langsung. Namun, semesta tidak memberi izin padaku untuk melakukan itu. Langit, bolehkah aku meminta satu hal padamu? Aku ingin kamu berjanji untuk ada saat ulang tahunmu di tahun-tahun berikutnya. Aku ingin aku bisa mengucapkannya secara langsung. Bisakah kamu berjanji untuk itu?
Sebelumnya, terimakasih atas tigapuluh satu hari ini. Terimakasih karena berusaha selalu ada dan berusaha memperbaiki semuanya. Terimakasih atas semua kepedulianmu padaku. Kepulanganmu kali ini sangat berkesan bagiku. Bagaimana tidak? Kamu rela menempuh jarak puluhan kilometer hanya untuk duduk di depan rumahku tanpa memberi kabar sebelumnya.
“Kamu ngapain disini? Kok ngga bilang-bilang mau kesini?”, aku bertanya dengan nada keheranan.
“Aku cuma pengen duduk disini, kamu ngga usah geer. Aku ngga kangen kamu. Udah sini duduk, temenin aku.”
Langitku yang aneh. Hanya kamu yang rela melakukan ini semua. Tingkah lakumu di luar kuasaku, hingga terkadang aku pun tidak mengerti apa maksud dari semua yang kamu lakukan ini. Tidak apa, kamu aneh dan aku menyukai itu. Langit, jika kita masih diberi waktu untuk bertemu kembali, apakah aku bisa melihat keanehanmu lagi? Aku harap, anggukanmu adalah jawabannya.
Bagaimana rasanya ulang tahun tanpa ditemani orang-orang yang menyayangimu? Bagaimana rasanya merayakan ulang tahun di tempat asing? Pasti sangat menyedihkan sekali. Tidak ada yang menyanyikan lagu ulang tahun, tidak ada yang menyiapkan kue, dan tidak ada yang menyiapkan lilin untuk kamu tiup setelah membuat permohonan. Sabarlah Langit, tahun depan, aku berjanji akan melakukan itu semua untukmu. Aku akan melakukannya jika yang lain tidak bisa. Jika perlu, akan aku seberangi lautan agar bisa bertemu denganmu dan merayakan ulang tahunmu bersama-sama. Lihat, hanya karenamu aku rela menyeberangi lautan, walau aku tahu aku tidak pernah sanggup bertahan di dalam kapal lebih dari lima menit.
Aku tidak akan membuat harapan terlalu tinggi untuk kesekian kalinya, karena hatiku masih terlalu rapuh untuk menerima kekecewaan kesekian kalinya. Dan kamu tahu itu, Langit. Aku ingin kamu tetap menjadi Langit yang aku kenal, Langit yang mampu membuat siapapun tertular senyum manismu itu. Aku ingin kamu tetap menjadi Langit yang lebih dewasa, Langit yang mengerti apa yang harus dilakukan, bukan hanya mengandalkan otot tapi juga otak. Aku ingin kamu tetap menjadi Langit yang lebih baik lagi dalam hal apapun itu, Langit yang membanggakan, Langit yang bersahaja. Aku ingin kamu tetap menjadi Langit. Harapan yang kecil kemungkinan untuk dipatahkan, bukan? Wujudkanlah, Langit. Setidaknya lakukan itu untukmu sendiri, untuk kebaikanmu.
Maaf jika aku belum sempat memberimu hadiah yang aku janjikan dua tahun lalu; kamu sudah mengetahui alasannya, kan? Maaf jika aku belum bisa menjadi teman yang kamu harapkan, teman yang kamu ekspektasikan selama ini. Maaf jika aku sering mematahkan semangatmu yang berusaha untuk membuatku bahagia. Maaf untuk itu semua. Bukankah seharusnya kamu berbaik hati memaafkanku di hari ulang tahunmu? Seharusnya begitu.
Aku tidak akan menceritakan semua disini karena pasti akan terkesan berlebihan,  terlebih lagi bagi mereka yang tidak menyukaimu. Sebenarnya aku tidak bermaksud menulis ini, namun seperti yang aku katakan di awal, ini adalah cara yang terbaik. Akan aku tunggu balasan darimu, entah dalam bentuk apapun dan kapanpun itu. Aku selalu menunggu kepulanganmu dan kamu tahu akan itu. Semangat selalu untuk perjuanganmu disana. Jangan hanya rindu rumah ataupun masakan Bunda, rindukan aku juga. Jangan terlalu dipaksa, rindukan aku sesempatmu saja; seperti quotes yang pernah aku tunjukkan padamu. Bila kamu butuh tempat untuk bercerita, selipkan saja apa yang ingin kamu katakan lewat doamu. Aku percaya, kekuatan doa lebih dari apapun. Bila kamu merasa sendiri, lihatlah ke atas, ada bulan dan ribuan bintang yang menemanimu. Kamu tidak akan merasa sendiri lagi, karena sejujurnya, jiwaku pun mengikuti kemana pun kamu melangkah. Untuk yang kesekian kalinya di hari ulang tahunmu. Selamat ulang tahun, Biru– yang kalian kenal sebagai Langit–. Aku merindukanmu lebih dari yang kamu tahu.

Ps. Jangan lupa cek email setelah kamu membaca cerita ini. Ada sesuatu yang istimewa untukmu❤.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu Ayah

"Gue gak pernah iri ngeliat orang pacaran mesra-mesraan. Gue cuma ngiri ngeliat Ayah sama anaknya bercanda-bercandaan"- Unknown. Iri? Ya, jelas. Di umur gue yang mulai dewasa ini, perhatian Ayah ke gue semakin berkurang. Berangkat sekolah, ketemu gak lebih dari lima menit. Gue pulang jam setengah 4, Ayah lagi kerja. Malem pas gue belajar, Ayah pulang dan keadaannya lagi cape parah. Jadi, sekarang gue jarang banget bisa ngobrol atau sekedar sharing masalah sekolah ke Ayah. Gue selalu ngiri ngeliat anak kecil yang digendong sama Ayah mereka. Gue selalu ngiri liat seorang Ayah yang nyuapin anaknya. Fyi, gue pernah ngerasain semua itu. lebih tepatnya 9 tahun yang lalu. Gak kerasa ya, gue udah gede. Ayah gak mungkin gendong gue lagi, gak mungkin nyuapin gue lagi, apalagi ngelonin gue tidur. Kalo dibilang kangen, gue selalu jawab banget. Kadang gue kalo lagi kangen suka ngode-ngode gitu ke Ayah. Gue sering bilang, "Yah, suapin dong." atau "Yah, keloniiinn....

Give Me Dare! #2: Keluarga Baru

“If you’re still want people stay in your life. Then, try to care. Look around you! Learn! Only you can change you.” – Southern Eclipse. Pernah merasa takut berada dalam suasana baru? Pernah merasa khawatir mendapat penolakan dalam lingkungan tersebut? Jika iya, itu artinya aku tidak sendiri. Aku selalu takut jika berurusan dengan sesuatu hal yang baru. Aku takut jika nantinya hal tersebut tidak menerimaku dan jika aku diterima, aku takut terlena dengan hal itu kemudian melupakan beberapa hal yang ada di masa lalu. Aku benci saat banyak orang menghakimi tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam diriku. Mereka hanya berucap tanpa mengerti ketakutan yang aku rasakan. Aku tidak seperti mereka, aku berbeda. Aku merasa ada tembok tinggi yang menghalangi kebebasanku untuk melakukan hal yang orang lain lakukan. Dan sepertinya ketakutan itu sudah tertanam kuat di pikiranku. Beberapa lama setelah aku dinyatakan diterima di perguruan tinggi, rasa takut yang aku rasakan semakin be

Tentang Kita, Cerita Kita

“Kamu, tuh, pembohong terbaik di seluruh dunia. Kamu bisa bohong ke semua orang, tapi engga ke aku. Kamu itu rapuh, itu yang bikin aku ada disini buat jagain kamu.” – A.S. Sehebat apapun aku menyembunyikan suatu hal, kamu selalu berhasil mengetahuinya. Membuatku tidak pernah sanggup berbohong kepadamu, termasuk perihal perasaanku. Terkadang aku benci saat kamu bisa membaca semuanya secara tepat, membuatku tidak mempunyai celah untuk berbohong. Kamu selalu bisa membuatku tidak berani menatap mata elangmu itu. Kamu selalu punya cara untuk membongkar semuanya. Tigabelas tahun bukan waktu yang singkat untuk kita. Banyak hal baru yang kita lakukan bersama. Banyak kenangan indah yang kita buat bersama. Banyak kenyataan menyakitkan yang kita rasakan bersama. Dulu, saat keadaan belum sedekat ini, kamu adalah laki-laki pertama yang aku benci di hidupku. Kamu selalu mengangguku saat aku sedang belajar berjalan. Kamu selalu mengangguku saat aku sedang bermain. Kamu selalu saja mengangguku.