“Bukankah semua
orang berhak mendapatkan kebahagiaan?”-
Inesa Pratiwi, dalam novel Our Hope.
Bahagia itu sederhana, itu yang dikatakan oleh
orang-orang. Saya tidak mengelak karena saya setuju akan hal itu, bahagia itu
sederhana. Sesederhana kalian melihat orang yang kalian sayang tersenyum untuk
kalian. Sesederhana kalian berbagi pada orang yang lebih membutuhkan walaupun
hanya sebagian kecil dari apa yang kalian miliki. Sesederhana kalian membantu
kakek-kakek ataupun nenek-nenek yang hendak menyeberang jalan. Sesederhana itu.
Hanya saja, terkadang manusia membuat semuanya rumit.
Kebahagiaan kini tidak lagi sesederhana itu. Tidak
lagi setelah mereka mengagung-agungkan kehadiran harta di hidup mereka.
Definisi bahagia bagi mereka sudah bergeser. Bahagia, ya, sudah pasti mempunyai
harta. Saya sangat menyesali hal ini. Kebahagiaan yang dulu dengan mudahnya
saya temukan di sekililing saya, kini semakin sulit ditemukan. Harta, harta,
dan harta. Hanya harta yang mampu membuat bahagia, begitu katanya. Di era
globalisasi seperti ini mulai bermunculan slogan-slogan baru, seperti “Uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh
uang.” Memang benar. Namun kehadiran uang kini telah disalahartikan. Apakah
ini yang akan saya bahas? Tentu saja tidak. Biarkan saja mereka berbahagia
dengan harta mereka, saya tidak peduli, ralat, tidak pernah peduli.
Lantas, apa definisi bahagia menurut saya? Bahagia
adalah saat Ayah membelikan saya sebungkus permen Yupi atau Tini Wini Biti
kesukaan saya. Itu adalah definisi saya ketika berumur sepuluh tahun. Bahagia
yang sederhana, bukan? Tentu sekarang sudah bukan itu lagi bahagia yang saya
harapkan. Untuk saat ini, bahagia menurut saya adalah bebas memilih apa yang
saya yakini, bebas melakukan apa yang saya sukai; dalam hal positif pastinya,
dan bebas memperjuangkan mimpi-mimpi yang telah saya buat. Jauh dari kata uang?
Ya, jauh, sangat jauh. Terlihat seperti definisi bahagia yang sepele memang,
tapi tidak bagi saya. Definisi bahagia yang saya yakini jelas bertentangan dengan
definisi bahagia orang-orang di sekililing saya.
Saya tidak mendapatkan arti kebahagiaan itu,
setidaknya belum sampai saat ini. Saya tidak pernah bebas memilih apa yang saya
yakini, bahkan dalam hal kecil sekalipun. Saat saya yakin bisa melakukan sesuatu,
mereka meruntuhkan keyakinan itu. Mereka tidak membiarkan saya mencoba dan
membuktikannya. Mereka malahan menyuruh saya untuk melakukan hal lain, hal yang
tidak saya sukai. Lihat, betapa sulitnya merasakan arti kebahagiaan yang saya
yakini. Saya tidak menyalahkan mereka, mungkin saja itu memang cara mereka
untuk membuat saya menjadi manusia yang lebih baik lagi.
Saya tidak pernah bebas melakukan apa yang saya
sukai, menulis misalnya. Tidak ada dukungan moril yang mereka berikan pada
saya. Justru yang saya dapat hanyalah pandangan remeh dan tatapan menghina
beserta kalimat-kalimat yang tidak pernah terbayangkan akan keluar dari mulut
mereka. Pernah suatu ketika, saya menyatakan untuk berhenti menulis. Bukan
karena ingin menyerah, bukan karena ingin mengalah pada mereka yang gigih
menghentikan hobi saya itu. Bukan. Saya berhenti menulis untuk meyakinkan diri
saya sendiri, apakah saya sanggup mematahkan opini mereka tentang hobi saya.
Saya berhenti menulis cukup lama hingga saya menyadari satu hal, semakin lama
saya berhenti menulis maka semakin besar kebenaran tentang apa yang mereka
pikirkan terhadap hobi saya selama ini. Dan sejak saat itu, saya berusaha
bangkit, memulai lagi dari awal, tanpa dukungan siapapun. Saya terus menulis,
menulis apapun itu. Setidaknya melalui tulisan yang saya buat, saya bisa
mencurahkan segala hal yang tidak sempat tersampaikan lewat kata-kata tanpa
harus menghakimi siapapun. Apakah hanya itu? Tidak, masih banyak hal lainnya
yang tidak bisa saya lakukan dengan bebas. Hanya saja, akan terasa menyakitkan
bila harus menjabarkannya disini.
Bagaimana dengan definisi bahagia saya yang ketiga?
Sebenarnya sama dengan definisi bahagia saya yang lain. Hanya saja yang ketiga
ini jauh lebih beruntung walau tidak sepenuhnya bisa disebut beruntung. Hidup
saya sepertinya sudah diatur jauh sebelum saya berada di muka bumi ini. Saya
harus melakukan apapun yang mereka inginkan, tanpa peduli apakah saya mau atau
tidak, apakah saya bisa atau tidak. Mereka tidak peduli, yang mereka pedulikan
hanyalah saya harus bisa menjadi apa yang mereka inginkan. Saya masih tidak
diperbolehkan memilih apa yang saya yakini. Saya tidak diberi kesempatan untuk
memperjuangkan mimpi saya. Ya, sebut saja, saya kalah sebelum saya berjuang.
Dengan sangat berat hati saya melepaskan mimpi saya. Membunuh semua harapan dan
imajinasi yang sudah saya susun sedemikian rupa. Mengelak dan membuang
jauh-jauh pemikiran tentang mimpi itu. Pengecut? Saya tidak peduli dengan
julukan itu. Sudah saya katakan sebelumnya, hidup saya sudah diatur jauh
sebelum saya ada disini. Saya hanya perlu mengikuti arahan mereka tanpa berniat
lari untuk mengejar mimpi saya.
Tapi sepertinya kali ini, jiwa pemberontak yang saya
miliki muncul lebih besar dari biasanya. Untuk pertama kalinya saya menolak apa
yang mereka inginkan. Untuk pertama kalinya saya memilih jalan hidup saya
sendiri, walaupun saya tidak tahu apa yang akan terjadi di masa mendatang.
Bermodalkan nekat dan keinginan yang kuat, saya mengikuti jalan itu. Jalan yang
menuntun saya sampai sejauh ini, walau tanpa dukungan dari siapapun. Jalan yang
tidak pernah saya sesali sampai detik ini. Jalan yang telah membuat saya bertemu
dengan orang-orang hebat yang mampu meyakinkan saya bahwa apa yang saya pilih
sudah benar dan sesuai dengan diri saya. Hingga suatu ketika, jalan yang saya
pilih membuat saya terjatuh hingga dua kali. Lalu, apa yang mereka lakukan saat
mengetahui jalan yang saya pilih berhasil menggagalkan mimpi saya? Mencemooh,
tentu saja. Apalagi yang akan mereka lakukan. Berusaha memberi semangat? Atau
berempati atas apa yang terjadi pada saya? Hah, jangan harap. Jangan berkhayal
terlalu tinggi, hal yang sangat mustahil untuk terjadi. Mereka menyalahkan
saya, menyalahkan pilihan saya, dan lebih parahnya mereka menyalahkan mimpi
saya. Mereka menghina mimpi indah dalam bayangan saya, mencacinya hingga mimpi
itu terasa sudah hancur lebur. Saya tidak marah, karena saya tidak berhak untuk
itu. Saya hanya diam. Lagi-lagi menyakinkan diri saya, ini hanyalah kebahagiaan
yang tertunda. Tuhan ingin melihat bagaimana saat saya gagal, apakah saya
menyerah atau bangkit kembali. Tuhan ingin melihat perjuangan saya lebih keras
lagi. Tuhan ingin menjadikan saya pribadi yang lebih kuat lagi lewat kegagalan
itu.
Oleh karena itu, lewat tangan Tuhan dan restu-Nya,
saya berhasil bangkit. Saya berusaha lebih keras lagi untuk mengubah kegagalan
itu menjadi suatu keberhasilan yang nyata. Saya berusaha untuk membuktikan pada
mereka, apa yang mereka sangkal selama ini adalah salah. Saya berusaha untuk
mewujudkan mimpi saya yang tidak didukung itu. Saya berusaha dan berjuang pada
apa yang saya yakini. Hasilnya? 51% sudah berhasil saya wujudkan, selebihnya
saya serahkan pada Tuhan. Hanya Tuhan yang berhak menentukan apakah mimpi ini
pantas untuk saya dapatkan atau tidak. Dan jika saya gagal lagi pun, saya tidak
akan pernah menyesali apa yang sudah saya lewati, tidak akan pernah. Karena untuk
pertama kalinya, saya tidak gagal sebelum saya mencoba.
Kepada kalian yang membaca ini, buatlah definisi
bahagia menurut kalian. Jangan hanya buat, berjuanglah, berusahalah agar
bahagia itu menjadi nyata. Abaikan semua hinaan dan cacian yang akan kalian
dapatkan nanti. Biarkan kalian memilih jalan hidup kalian. Tuhan menghadirkan
kalian disini untuk membuat hidup kalian berarti. Jangan biarkan kalian
terus-menerus hidup dalam bayangan orang lain. Ingat, kalian hebat. Apapun yang
akan kalian pilih nanti, berhasil ataupun gagal. Jangan pernah patah semangat.
Jika kalian ingin menangis, menangislah. Namun setelah itu, kalian harus
bangkit karena kalian hebat. Sekali lagi saya tekankan, kalian adalah
manusia-manusia hebat. Jangan pernah berpikir kalian tidak bisa atau tidak
mempunyai kelebihan, karena Tuhan pasti menciptakan satu kelebihan dalam diri
kalian. Cari, jangan dengarkan kalimat-kalimat menjatuhkan dari orang lain.
Kalian bisa. Kegagalan yang kalian alami adalah bagian dari bahagia kalian yang
tertunda. Percayalah, Tuhan tidak pernah tidur. Selalu ada jalan bagi mereka
yang mau berusaha. Tetap semangat dan sebarkan senyum kalian pada semua orang.
Tanamkan kalimat ini dalam diri kalian, “Kerja
keras, kerja cerdas, kerja ikhlas.” Kejar bahagia kalian. Dia menunggu
kalian di ujung sana.
“Karena kamu
berharga. Dan untuk itu, kamu pantas bahagia.”- S.M
Komentar
Posting Komentar