Langsung ke konten utama

Kamu; Penduduk Bumi

Cerita ini kubuat spesial untukmu, Penduduk Bumi.
Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menyimpan kenangan dengan seseorang. Kali ini aku memilih membuat cerita ini. Mencoba menggali kembali kenangan yang sudah terlewati. Mengingat banyak hal yang pernah terlupakan. Mengulik perjalanan panjang yang pernah terjadi bersamamu, Penduduk Bumi. Boleh aku memulainya? Tentu saja, ini ceritaku.
Kamu–Penduduk Bumi–yang selalu ada, terimakasih sudah bertahan sejauh ini. Kamu tahu? Aku takut kamu menghilang seperti yang lain,  jauh sebelum kamu merasakannya juga. Aku takut kamu pergi saat aku mulai terbiasa. Aku takut kamu pergi saat aku mulai nyaman. Aku takut, jujur saja. Itu sebabnya aku pernah sedikit menghindarimu. Berjaga-jaga agar hatiku tidak terlalu sakit saat kamu memilih pergi. Apa kamu menyadarinya? Eum, sepertinya tidak.
Kamu–Penduduk Bumi–yang selalu hadir dengan semangat yang kamu punya, terimakasih untuk semua waktumu. Terimakasih karena tidak pernah lelah menghadapi ocehanku yang tidak pernah berhenti ini. Maaf sering memaksamu untuk tetap membuka mata saat kamu sudah merasa lelah. Maaf sering mengganggu waktumu, memintamu untuk tetap ada bersamaku. Maaf karena pernah membuatmu kesal, walaupun kamu bilang aku tidak pernah melakukannya. Maaf, aku terlalu egois untuk itu.
Kamu–Penduduk Bumi–yang selalu memanggilku dengan panggilan favoritmu itu, maaf akhir-akhir ini aku membuatmu khawatir dan berpikir yang tidak-tidak. Sungguh, aku tidak berniat untuk itu. Percayalah, saat aku merasa ada yang salah dengan diriku, kamu tidak perlu khawatir. Aku hanya ingin kamu ada disini, bersamaku. Ah, lagi-lagi aku bersikap egois. Oke, lupakan saja hal itu.
Kamu–Penduduk Bumi–yang sering membangun harapan bersamaku, aku percaya suatu saat nanti, semua harapan kita akan terwujud. Aku percaya Tuhan sudah menyiapkan takdir yang istimewa untuk kita. Belajarlah untuk percaya akan hal itu. Mari kita buat harapan sebanyak-banyaknya. Tak apa jika ada yang tidak terwujud, tak perlu kecewa. Tuhan tahu mana yang terbaik untuk kita.
Kamu–Penduduk Bumi–yang berjanji akan selalu ada, akan aku pegang janjimu itu selama yang aku bisa. Akan aku ingatkan lagi jika kamu lupa. Tapi jika kamu menghilang, maaf aku tidak bisa mengingatkanmu. Tugasku untuk memegang teguh janjimu sudah selesai jika hal itu benar-benar terjadi.
Kamu–Penduduk Bumi–yang mengagumi pipi tembamku, pernah aku melarangmu yang berniat untuk mencubit pipiku, kamu ingin tahu alasannya? Tidak? Jangan begitu, aku baru saja ingin menceritakannya. Aku melarangmu bukan karena tidak mau, tapi coba kamu bayangkan betapa sakitnya mencubit tangan sendiri. Itu yang selalu aku rasakan saat orang lain ‘gemas’ ingin mencubit pipiku. Sakit, sungguh. Huh, sepertinya kamu tidak mengerti. Tak apa.
Kamu–Penduduk Bumi–yang diam-diam ingin tahu tentang Penghuni Saturnus, aku sudah menceritakan semua tentangnya kepadamu, bukan? Awal pertemuanku dengannya, bagaimana kisah yang aku rajut bersamanya, hingga perpisahan yang menjadi jalan akhir cerita itu. Jika masih ada yang ingin kamu ketahui, katakan saja. Aku siap 24 jam untuk bercerita. Aku sangat suka bercerita, bukan? Kamu harus mengakui kebiasaanku yang satu ini.
Kamu–Penduduk Bumi–yang berniat menculikku dari Ayahku, silahkan berusaha semampu yang kamu bisa. Ayah akan luluh pada orang yang gigih. Silahkan culik aku dari Ayahku dan bawa aku ketempat yang aku inginkan. Culik aku dan buat aku melepas semua yang ada. Culik aku dan buat aku melupakan rasa sakit yang pernah ada.
Kamu–Penduduk Bumi–yang pernah membuatku kesal, aku memang suka bercerita tapi aku akan lebih senang jika kamu merespon ceritaku. Bukan dengan dua kata ditambah emoticon kesayanganmu itu. Sungguh, aku sangat kesal. Ah, tidak, aku mengingatnya lagi. Sudah, jangan terlalu dipikirkan, ini bukan hal yang serius. Maafkan aku.
Kamu–Penduduk Bumi–yang sangat misterius, terkadang aku takut saat kamu mulai menggunakan kata ‘serius’, seakan tidak ada celah lagi untukku bergurau, tidak ada celah lagi untukku mengelak, dan lain-lain. Jujur saja, aku takut. Tapi di sisi lain, aku senang, aku senang saat kamu mulai bersikap serius seperti sedang menunjukkan kewibawaanmu sebagai kakak dewan. Kakak dewan yang lebih memilih tersesat di hutan bersama kompas kesayangan dibanding menonton bola.
Kamu–Penduduk Bumi–yang sama anehnya denganku, bolehkah aku memintamu untuk tidak hanya membuat harapan? Bolehkah aku memintamu untuk membuatnya semakin nyata? Bolehkah aku memintamu untuk berusaha mewujudkannya? Bolehkah, Penduduk Bumi?
Kamu–Penduduk Bumi–yang tampak kuat namun sebenarnya sama rapuhnya denganku, tak perlu sungkan untuk berbagi masalahmu. Sama sepertimu, aku akan selalu ada saat kamu membutuhkanku. Kamu boleh berbagi apapun yang ingin kamu bagi. Ingat, aku pendengar yang baik. Katakan saja jika kamu butuh didengar, katakan saja jika kamu butuh semangatku, katakan saja jika kamu butuh saranku. Katakan saja, jangan sungkan.
Kamu–Penduduk Bumi– yang suaranya mampu membuatku tertawa, aku membuat cerita ini untuk memberitahumu tentang banyak hal yang tidak bisa aku katakan secara langsung. Aku membuat cerita ini agar kamu mengerti bahwa aku selalu ada, akan selalu ada. Jangan pernah merasa sendiri lagi, jangan pernah menyimpannya lagi. Berbagilah denganku. Cerita ini akan mengingatkanku bagaimana kita pernah saling menguatkan, bagaimana kita pernah saling berbagi. Bagiku, cerita ini sangat berharga. Jika kamu setuju, katakanlah.

Kamu–Penduduk Bumi–yang sangat menyukai tokoh Dilan, terimakasih untuk semuanya. Terimakasih untuk janjimu. Terimakasih untuk semangatmu. Terimakasih untuk semua hal yang kamu berikan untukku. Terimakasih untuk tetap bertahan menghadapi gadis kecil yang egois ini. Seribu terimakasih tidak akan cukup untuk mengungkapkan semuanya. Berlebihan? Biar saja, ini ceritaku, aku yang membuat, kamu hanya perlu membacanya. Sekali lagi, terimakasih Penduduk Bumi. Ingat, jangan pernah lupa tersenyum, bahkan saat kamu sedih sekalipun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Give Me Dare! #2: Keluarga Baru

“If you’re still want people stay in your life. Then, try to care. Look around you! Learn! Only you can change you.” – Southern Eclipse. Pernah merasa takut berada dalam suasana baru? Pernah merasa khawatir mendapat penolakan dalam lingkungan tersebut? Jika iya, itu artinya aku tidak sendiri. Aku selalu takut jika berurusan dengan sesuatu hal yang baru. Aku takut jika nantinya hal tersebut tidak menerimaku dan jika aku diterima, aku takut terlena dengan hal itu kemudian melupakan beberapa hal yang ada di masa lalu. Aku benci saat banyak orang menghakimi tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam diriku. Mereka hanya berucap tanpa mengerti ketakutan yang aku rasakan. Aku tidak seperti mereka, aku berbeda. Aku merasa ada tembok tinggi yang menghalangi kebebasanku untuk melakukan hal yang orang lain lakukan. Dan sepertinya ketakutan itu sudah tertanam kuat di pikiranku. Beberapa lama setelah aku dinyatakan diterima di perguruan tinggi, rasa takut yang aku rasakan semakin be

Tentang Kita, Cerita Kita

“Kamu, tuh, pembohong terbaik di seluruh dunia. Kamu bisa bohong ke semua orang, tapi engga ke aku. Kamu itu rapuh, itu yang bikin aku ada disini buat jagain kamu.” – A.S. Sehebat apapun aku menyembunyikan suatu hal, kamu selalu berhasil mengetahuinya. Membuatku tidak pernah sanggup berbohong kepadamu, termasuk perihal perasaanku. Terkadang aku benci saat kamu bisa membaca semuanya secara tepat, membuatku tidak mempunyai celah untuk berbohong. Kamu selalu bisa membuatku tidak berani menatap mata elangmu itu. Kamu selalu punya cara untuk membongkar semuanya. Tigabelas tahun bukan waktu yang singkat untuk kita. Banyak hal baru yang kita lakukan bersama. Banyak kenangan indah yang kita buat bersama. Banyak kenyataan menyakitkan yang kita rasakan bersama. Dulu, saat keadaan belum sedekat ini, kamu adalah laki-laki pertama yang aku benci di hidupku. Kamu selalu mengangguku saat aku sedang belajar berjalan. Kamu selalu mengangguku saat aku sedang bermain. Kamu selalu saja mengangguku.

Rindu Ayah

"Gue gak pernah iri ngeliat orang pacaran mesra-mesraan. Gue cuma ngiri ngeliat Ayah sama anaknya bercanda-bercandaan"- Unknown. Iri? Ya, jelas. Di umur gue yang mulai dewasa ini, perhatian Ayah ke gue semakin berkurang. Berangkat sekolah, ketemu gak lebih dari lima menit. Gue pulang jam setengah 4, Ayah lagi kerja. Malem pas gue belajar, Ayah pulang dan keadaannya lagi cape parah. Jadi, sekarang gue jarang banget bisa ngobrol atau sekedar sharing masalah sekolah ke Ayah. Gue selalu ngiri ngeliat anak kecil yang digendong sama Ayah mereka. Gue selalu ngiri liat seorang Ayah yang nyuapin anaknya. Fyi, gue pernah ngerasain semua itu. lebih tepatnya 9 tahun yang lalu. Gak kerasa ya, gue udah gede. Ayah gak mungkin gendong gue lagi, gak mungkin nyuapin gue lagi, apalagi ngelonin gue tidur. Kalo dibilang kangen, gue selalu jawab banget. Kadang gue kalo lagi kangen suka ngode-ngode gitu ke Ayah. Gue sering bilang, "Yah, suapin dong." atau "Yah, keloniiinn....