Langsung ke konten utama

Inginku Tetap Jadi Putri Kecilmu

Ayah, ternyata waktu berjalan begitu cepat. Sekarang keadaan sudah berubah. Ayah sudah semakin berumur dan aku pun semakin dewasa. Ayah, aku rindu kenangan kita dulu. Bisakah kita mengulangnya sekali lagi?
Ayah, aku rindu Ayah, sangat rindu. Aku rindu Ayah yang dulu selalu ada. Aku rindu Ayah yang tidak pernah lelah mendengarkan celotehanku. Yah, waktu ternyata membuat kita banyak berubah. Kini aku sulit bertemu dengan Ayah. Hanya untuk berbicara sebentar saja rasanya sulit.
Saat aku membuka album foto tentang kita, aku selalu berharap diberi kesempatan untuk kembali merasakan pelukan hangatmu. Aku berharap Ayah memelukku dengan penuh kasih sayang. Terkadang aku tidak bisa menghentikan air mata yang dengan lantangnya menetes di foto kita berdua.
Aku ingin Ayah kembali menggendongku dan mengajakku keliling kota. Namun rasanya sangat sulit. Tubuh Ayah yang semakin ringkih dan aku yang semakin besar, pasti akan sangat sulit untuk terwujud. Ayah, aku tidak akan pernah lupa bagaimana caramu menggendongku. Bunda bilang, Ayah tidak berani menggendongku saat aku baru lahir. Tenang saja, Yah, aku tidak selemah itu.
Aku ingin Ayah mengajakku melihat ikan di kolam lagi. Aku ingat, bahkan sangat ingat, Ayah bilang begini “Kamu ngga boleh jadi anak yang penakut. Harus jadi anak pemberani.” Aku sekarang mengerti mengapa Ayah memberiku nama ini. Ayah ingin aku menjadi gadis pemberani. Walaupun saat ini aku belum bisa menunjukkannya, aku masih saja menjadi gadis lemah. Maaf Ayah, tapi aku akan terus berusaha menjadi gadis pemberani seperti yang Ayah inginkan.
Ayah, aku ingin disuapi lagi dengan tangan rentamu itu. Aku ingin makan dari tangan Ayah lagi, dengan makanan kesukaanku tentunya. Ayah, saat Ayah sudah semakin tua nanti, aku berjanji akan menyuapi Ayah setiap harinya. Ayah boleh mencubit pipiku jika aku lupa.
Aku ingin diajari matematika lagi, Yah. Walaupun cara Ayah mengajariku sangat menyebalkan, tapi aku senang. Aku senang Ayah mau meluangkan waktu untuk mengajariku. Ayo, Ayah, ajari aku lagi.
Ayah, belikan aku Tini Wini Biti lagi. Dulu Ayah selalu membelikanku itu. Jajanan sederhana yang mampu membuatku bahagia. Bukan jajanan mahal seperti anak lain, namun aku sangat menyukainya. Belikan lagi, Yah, tapi kali ini, izinkan aku ikut bersamamu.
Ayah, ayo, marah lagi padaku. Aku rindu Ayah yang marah atas sikapku yang menjengkelkan. Ayo, Ayah. Aku tidak akan menangis lagi, aku berjanji. Aku akan mendengarkan semua omelanmu dengan senang hati.
Ajak aku ke pasar malam lagi, Yah. Belikan aku harum manis seperti yang Ayah selalu lakukan dulu. Pegang tanganku dan ajak aku berkeliling, Yah. Tak perlu menaiki apapun, cukup pegang tanganku, Yah.
Ayah, belikan aku baju Scooby Doo lagi. Baju favoritku saat kecil. Baju yang selalu aku pakai sehabis mandi. Baju yang sampai saat ini masih tersimpan rapi di antara kardus-kardus usang. Jika Ayah sempat, belikan aku lagi, Yah.
Aku sadar, Yah, sangat sadar. Semuanya tidak bisa terulang kembali. Tapi, apa aku tetap bisa menjadi putri kecilmu, Ayah? Aku tidak ingin tumbuh dewasa, aku ingin terus menjadi putri kecilmu. Putri kecil yang selalu Ayah rengkuh saat aku mulai menangis. Putri kecil yang selalu menjadi sumber kebahagiaan Ayah. Putri kecil yang menjadi satu-satunya  putri di hidup Ayah.
Ayah, sedewasa apapun aku nanti, tetaplah anggap aku putri kecil Ayah. Peluk aku jika Ayah mau. Cium aku jika Ayah rindu. Aku akan dengan senang hati menerimanya. Yah, selamanya, sampai kapan pun, bahkan sampai datang laki-laki yang akan mengambilku dari Ayah, aku akan tetap menjadi putri kecil Ayah. Selamanya.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu Ayah

"Gue gak pernah iri ngeliat orang pacaran mesra-mesraan. Gue cuma ngiri ngeliat Ayah sama anaknya bercanda-bercandaan"- Unknown. Iri? Ya, jelas. Di umur gue yang mulai dewasa ini, perhatian Ayah ke gue semakin berkurang. Berangkat sekolah, ketemu gak lebih dari lima menit. Gue pulang jam setengah 4, Ayah lagi kerja. Malem pas gue belajar, Ayah pulang dan keadaannya lagi cape parah. Jadi, sekarang gue jarang banget bisa ngobrol atau sekedar sharing masalah sekolah ke Ayah. Gue selalu ngiri ngeliat anak kecil yang digendong sama Ayah mereka. Gue selalu ngiri liat seorang Ayah yang nyuapin anaknya. Fyi, gue pernah ngerasain semua itu. lebih tepatnya 9 tahun yang lalu. Gak kerasa ya, gue udah gede. Ayah gak mungkin gendong gue lagi, gak mungkin nyuapin gue lagi, apalagi ngelonin gue tidur. Kalo dibilang kangen, gue selalu jawab banget. Kadang gue kalo lagi kangen suka ngode-ngode gitu ke Ayah. Gue sering bilang, "Yah, suapin dong." atau "Yah, keloniiinn....

Give Me Dare! #2: Keluarga Baru

“If you’re still want people stay in your life. Then, try to care. Look around you! Learn! Only you can change you.” – Southern Eclipse. Pernah merasa takut berada dalam suasana baru? Pernah merasa khawatir mendapat penolakan dalam lingkungan tersebut? Jika iya, itu artinya aku tidak sendiri. Aku selalu takut jika berurusan dengan sesuatu hal yang baru. Aku takut jika nantinya hal tersebut tidak menerimaku dan jika aku diterima, aku takut terlena dengan hal itu kemudian melupakan beberapa hal yang ada di masa lalu. Aku benci saat banyak orang menghakimi tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam diriku. Mereka hanya berucap tanpa mengerti ketakutan yang aku rasakan. Aku tidak seperti mereka, aku berbeda. Aku merasa ada tembok tinggi yang menghalangi kebebasanku untuk melakukan hal yang orang lain lakukan. Dan sepertinya ketakutan itu sudah tertanam kuat di pikiranku. Beberapa lama setelah aku dinyatakan diterima di perguruan tinggi, rasa takut yang aku rasakan semakin be

Tentang Kita, Cerita Kita

“Kamu, tuh, pembohong terbaik di seluruh dunia. Kamu bisa bohong ke semua orang, tapi engga ke aku. Kamu itu rapuh, itu yang bikin aku ada disini buat jagain kamu.” – A.S. Sehebat apapun aku menyembunyikan suatu hal, kamu selalu berhasil mengetahuinya. Membuatku tidak pernah sanggup berbohong kepadamu, termasuk perihal perasaanku. Terkadang aku benci saat kamu bisa membaca semuanya secara tepat, membuatku tidak mempunyai celah untuk berbohong. Kamu selalu bisa membuatku tidak berani menatap mata elangmu itu. Kamu selalu punya cara untuk membongkar semuanya. Tigabelas tahun bukan waktu yang singkat untuk kita. Banyak hal baru yang kita lakukan bersama. Banyak kenangan indah yang kita buat bersama. Banyak kenyataan menyakitkan yang kita rasakan bersama. Dulu, saat keadaan belum sedekat ini, kamu adalah laki-laki pertama yang aku benci di hidupku. Kamu selalu mengangguku saat aku sedang belajar berjalan. Kamu selalu mengangguku saat aku sedang bermain. Kamu selalu saja mengangguku.