Ayah, ternyata waktu berjalan begitu cepat. Sekarang
keadaan sudah berubah. Ayah sudah semakin berumur dan aku pun semakin dewasa.
Ayah, aku rindu kenangan kita dulu. Bisakah kita mengulangnya sekali lagi?
Ayah, aku rindu Ayah, sangat rindu. Aku rindu Ayah
yang dulu selalu ada. Aku rindu Ayah yang tidak pernah lelah mendengarkan
celotehanku. Yah, waktu ternyata membuat kita banyak berubah. Kini aku sulit
bertemu dengan Ayah. Hanya untuk berbicara sebentar saja rasanya sulit.
Saat aku membuka album foto tentang kita, aku selalu
berharap diberi kesempatan untuk kembali merasakan pelukan hangatmu. Aku
berharap Ayah memelukku dengan penuh kasih sayang. Terkadang aku tidak bisa
menghentikan air mata yang dengan lantangnya menetes di foto kita berdua.
Aku ingin Ayah kembali menggendongku dan mengajakku
keliling kota. Namun rasanya sangat sulit. Tubuh Ayah yang semakin ringkih dan
aku yang semakin besar, pasti akan sangat sulit untuk terwujud. Ayah, aku tidak
akan pernah lupa bagaimana caramu menggendongku. Bunda bilang, Ayah tidak
berani menggendongku saat aku baru lahir. Tenang saja, Yah, aku tidak selemah
itu.
Aku ingin Ayah mengajakku melihat ikan di kolam
lagi. Aku ingat, bahkan sangat ingat, Ayah bilang begini “Kamu ngga boleh jadi
anak yang penakut. Harus jadi anak pemberani.” Aku sekarang mengerti mengapa
Ayah memberiku nama ini. Ayah ingin aku menjadi gadis pemberani. Walaupun saat
ini aku belum bisa menunjukkannya, aku masih saja menjadi gadis lemah. Maaf
Ayah, tapi aku akan terus berusaha menjadi gadis pemberani seperti yang Ayah
inginkan.
Ayah, aku ingin disuapi lagi dengan tangan rentamu
itu. Aku ingin makan dari tangan Ayah lagi, dengan makanan kesukaanku tentunya.
Ayah, saat Ayah sudah semakin tua nanti, aku berjanji akan menyuapi Ayah setiap
harinya. Ayah boleh mencubit pipiku jika aku lupa.
Aku ingin diajari matematika lagi, Yah. Walaupun
cara Ayah mengajariku sangat menyebalkan, tapi aku senang. Aku senang Ayah mau
meluangkan waktu untuk mengajariku. Ayo, Ayah, ajari aku lagi.
Ayah, belikan aku Tini Wini Biti lagi. Dulu Ayah
selalu membelikanku itu. Jajanan sederhana yang mampu membuatku bahagia. Bukan
jajanan mahal seperti anak lain, namun aku sangat menyukainya. Belikan lagi,
Yah, tapi kali ini, izinkan aku ikut bersamamu.
Ayah, ayo, marah lagi padaku. Aku rindu Ayah yang
marah atas sikapku yang menjengkelkan. Ayo, Ayah. Aku tidak akan menangis lagi,
aku berjanji. Aku akan mendengarkan semua omelanmu dengan senang hati.
Ajak aku ke pasar malam lagi, Yah. Belikan aku harum
manis seperti yang Ayah selalu lakukan dulu. Pegang tanganku dan ajak aku
berkeliling, Yah. Tak perlu menaiki apapun, cukup pegang tanganku, Yah.
Ayah, belikan aku baju Scooby Doo lagi. Baju
favoritku saat kecil. Baju yang selalu aku pakai sehabis mandi. Baju yang
sampai saat ini masih tersimpan rapi di antara kardus-kardus usang. Jika Ayah
sempat, belikan aku lagi, Yah.
Aku sadar, Yah, sangat sadar. Semuanya tidak bisa
terulang kembali. Tapi, apa aku tetap bisa menjadi putri kecilmu, Ayah? Aku
tidak ingin tumbuh dewasa, aku ingin terus menjadi putri kecilmu. Putri kecil
yang selalu Ayah rengkuh saat aku mulai menangis. Putri kecil yang selalu
menjadi sumber kebahagiaan Ayah. Putri kecil yang menjadi satu-satunya putri di hidup Ayah.
Ayah, sedewasa apapun aku nanti, tetaplah anggap aku
putri kecil Ayah. Peluk aku jika Ayah mau. Cium aku jika Ayah rindu. Aku akan
dengan senang hati menerimanya. Yah, selamanya, sampai kapan pun, bahkan sampai
datang laki-laki yang akan mengambilku dari Ayah, aku akan tetap menjadi putri
kecil Ayah. Selamanya.
Komentar
Posting Komentar