Langsung ke konten utama

Sahabat Jadi Cinta



Maudy, seorang siswa SMA kelas XII yang terkenal di sekolahnya dan juga mempunyai segudang prestasi. Dulu saat Maudy masih duduk di kelas XI, ia pernah menyukai seorang laki-laki yang juga teman sekelasnya. Saat itu mereka tak begitu dekat. Awalnya pun, Maudy tak menyukai laki-laki yang bernama Afgan itu.
Hingga pada suatu kegiatan, mereka disatukan menjadi sebuah kelompok. Saat itu mereka menjadi dekat, bahkan sangat dekat. Mulanya Maudy hanya menganggap Afgan sebagai sahabatnya. Namun seiring waktu berjalan, benih-benih cinta hadir di hati Maudy.
Pada acara pensi tahun lalu, Afgan mengajak Maudy pergi bersamanya.
"Oudy, loe ikut ke acara pensi ngga??", Kata Afgan pada Maudy. Oudy adalah panggilan kecilnya.
"Ngga ah, males..", jawab Maudy.
"Kalo gue yang ngajak??", tanya Afgan lagi.
"Ngga mau Gan. Lebih baik gue belajar di rumah daripada ikut acara kaya gitu.", Maudy mengelak.
"Ini kan acara sekolah kita Oudy."
"Gue tahu, terus???", Maudy balik bertanya.
"Gue mau loe dateng. Kalo loe ngga mau, gue bakalan ngambek sama loe.", Afgan mengancam Maudy.
"Ngga usah ngancem gue deh. Gue bilang ngga mau, ya ngga mau.", nada bicara Maudy sedikit agak tinggi.
"Ya udah deh. Gue bakal kecewa banget sama loe, kalo loe ngga dateng. Padahal gue udah siapin semua."
"Siapin??? Siapin apaan??"
"Gue udah siapin surprise dan gaun buat loe."
"Ya ampun, Afgan.... Loe kan tahu gue ngga suka pesta, gue ngga suka surprise, gue juga ngga suka pake rok-rok kaya gitu.", Maudy memang dikenal tomboy. Tapi sesekali waktu, ia juga terlihat feminim.
"Kalo loe ngga mau dateng ya udah, ngga pa-pa. Nih, gaunnya buat loe aja."
"Tapi Gan.."
"Udah ambil aja."
Maudy tahu Afgan sangat kecewa padanya. Dia juga tahu bahwa gaun itu khusus Afgan beli untuknya. Saat itu, Maudy benar-benar bingung. Apakah ia akan datang ke acara pensi?? Atau justru sebaliknya?? Entahlah, Maudy pun bingung memikirkannya.
Saat Maudy sedang berada di rumahnya. Ia menanyakan hal itu pada kakak perempuannya. Kak Ayunda namanya. Biasanya Maudy memanggilnya Kak Yunda.
"Kak, lagi sibuk ngga??", tanya Maudy pada kakaknya yang cantik itu.
"Ngga, emang ada apa??", Kak Yunda kembali bertanya.
"Aku mau curhat nih Kak."
"Curhat apa??"
"Nanti malem ada pensi di sekolah. Terus aku disuruh ikut sama Afgan, tapi gue ngga mau. Terus Afgan ngasih gaun ini Kak ke aku.", Maudy menunjukkan gaun yang Afgan berikan padanya.
"Kenapa kamu ngga mau dateng??"
"Males Kak, paling isinya juga cuma kaya gitu aja."
"Kamu ngga boleh kaya gitu dong. Afgan ngasih kamu gaun ini biar kamu pake di acara pensi. Seharusnya kamu ngga nolak permintaan dia. Kakak yakin dia serius sama kamu."
"Maksud Kakak, serius gimana??", tanya Maudy.
"Dia suka sama kamu dan mungkin malem ini dia akan nembak kamu di acara pensi."
"Ah!! Kakak ngaco nih, ngga mungkin lah Afgan suka sama aku. Udah deh, ngomong sama Kak Yunda cuma bikin suasana tambah ribet."
"Yeeee...!!! Dibilangin malah ngeyel."
"Biarin.", Maudy kembali ke kamarnya.
Saat itu, Maudy sudah memutuskan untuk datang ke pensi. Ia tak ingin mengecewakan Afgan; sahabatnya.
Maudy datang ke acara pensi bersama Kak Rizky; Kakaknya Maudy juga. Saat Maudy masuk ke dalam ruangan, semua mata tertuju padanya. Bagaimana tidak?? Ia terlihat sangat cantik malam ini dengan perpaduan gaun putih pemberian Afgan.
Maudy berjalan sembari mencari Afgan. Ia menemukan Afgan di sudut ruangan dan sedang berbicara pada teman lelakinya.
"Afgan..", kata Maudy pada Afgan.
Afgan menoleh ke arah maudy. "Oudy, gila cantik banget..", desisnya.
"Hey, kok ngalamun?? Ada yang aneh ya??", tanya Maudy yang memang sedari tadi merasa risih dengan penampilannya.
"Eh, sorry-sorry. Ngga ada yang aneh kok. Cantik banget malah."
"Gombal..!!"
"Ngga, gue serius.", ujarnya.
"Makasih Afgan. Malem ini loe juga keren kok."
"Sama - sama, by the way makasih pujiannya. Katanya ngga mau dateng ke pensi??", tanya Afgan dengan nada meledek.
"Udah deh ngga usah diungkit-ungkit lagi. Ngga dateng salah, dateng juga salah."
"Ngga gitu, ya udah kita kesana aja.", Afgan mengajak Maudy ke depan panggung.
Mereka berjalan sambil berpegangan tangan.
"Thank you buat semua yang udah dateng. Malem ini kita akan memilih King and Queen tahun ini. Are you ready??", kata Lexa yang juga teman baik Maudy dan Afgan.
"Ready..", jawab mereka serempak; semua yang ada di pensi.
"Ok, langsung aja kita mulai. Yang menjadi King tahun ini adalah..................", Lexa berhenti sejenak. "Afgan..............!!!!!!!!!!!!!!!!!!"
"Yeay..!", teman-teman yang lain bersorak gembira.
"Selamat Gan. Loe emang cocok jadi King.", Maudy memberikan ucapan selamat pada Afgan.
"Makasih Oudy."
Lexa kembali bicara. "Ayo Afgan, silahkan loe naik ke atas panggung."
Afgan pun naik ke atas panggung.
"Semoga yang jadi Queennya Oudy. Semoga..", harap Afgan dalam hati.
"Kita lanjut lagi. Dan... Yang menjadi Queen tahun ini adalah.............. Maudy...!!!!", teriak Lexa sekali lagi.
"What!! Gue?? Ngga salah??", gumam Maudy dalam hati.
"Ayo Maudy, naik ke atas panggung.", pinta Lexa pada Maudy.
"Yes, Oudy jadi Queennya. Waktunya gue buat nembak dia.", gumam Afgan dalam hati.
Setelah mereka berdua menerima mahkota masing-masing, Afgan mengambil alih Microphone yang sedari tadi dipegang oleh Lexa.
"Malem ini gue akan mengungkapkan perasaan. Agak gila memang ngungkapin hal ini di acara kaya gini. Malem ini, gue akan nembak seorang cewek yang gue cinta sejak gue masih kelas X. Orang itu adalah.......dia!!", Afgan menunjuk Maudy dengan jari telunjuknya.
Suasana menjadi hening seketika. Tak ada yang mampu mengucapkan kata-kata. Kecuali mereka. Yap, Afgan dan Maudy.
"Gue??", Maudy menunjuk dirinya sendiri. "Afgan, apa-apaan sih. Udah deh, lebih baik kita turun. Malu-maluin tahu ngga."
"Oudy..", Afgan bersimpuh dihadapan Maudy. "Loe mau ngga jadi pacar gue??"
"Afgan..."
"Ini buat loe.", Afgan memberikan sebuah kotak pada Maudy.
"I..i..ini apa?"
"Buka aja.", saat Maudy membuka, ternyata isinya adalah segulung benang jahit.
"Ini buat apa??", Afgan tak menjawab. Dengan sigap ia mengikat jari manis Maudy dengan benang itu.
Tanpa disadari oleh Maudy, tiba-tiba sebuah cincin turun dari gulungan benang itu.
"Hah...!!!", Maudy sangat terkejut.
"Ini buat loe. Gue akan ulang pertanyaan gue sebelumnya, loe mau ngga jadi pacar gue???"
"Gu..gue.. Gue... Gue nerima cinta loe.", Maudy menjawab.
"Makasih Oudy..", Afgan memeluk Maudy.
"Ciyeeeeeeeeeee......................!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!", teman-teman ikut bahagia.
Acara pensi sudah selesai. Semua sudah pulang, hanya tersisa Maudy, Afgan, dan Kak Rizky.
"Kak, boleh ngga gue yang anter Oudy pulang??", tanya Afgan pada Maudy.
"Boleh kok, boleh banget malah.", jawab Kak Rizky sambil tersenyum.
"Makasih Kakakku yang ganteng...", Maudy mencubit pipi Kakaknya itu.
"Aww...!! Sakit kali Dy.", katanya kesakitan.
Afgan mengantarkan Maudy pulang dengan selamat. Saat Maudy hendak turun dari motor Afgan, tiba-tiba saja Afgan memegang tangan Maudy.
"Makasih buat malam ini.", kata Afgan sambil tersenyum pada Maudy.
"Sama-sama, makasih juga udah buat surprise yang hampir aja bikin gue pingsan."
"Sorry, tapi loe suka kan??", tanya Afgan.
"Suka banget. Udah malem nih, gue masuk dulu ya??"
"Iya, jangan lupa tidurnya mimpiin gue ya??"
"Pasti, loe juga lho!!"
"Ok, sip, sip, sip."
Maudy segera masuk ke dalam rumah. Tak disangka, Kak Yunda dan Kak Rizky sudah menunggunya di ruang tamu.
"Ciyeee... Yang  punya pacar baru??", kata Kak Yunda meledek.
"Apaan sih Kak."
"Masih malu-malu nih yee..."
"Pasti Kak Rizky ya yang ngasih tau ke Kak Yunda???", Maudy menuduh Kakaknya; Kak Rizky.
"Ngga kok.", Kak Rizky ngeles.
"Ngga usah boong..", Maudy mengelitikki kedua kakaknya itu.
Malam itu menjadi malam yang sangat berkesan bagi Maudy dan juga Afgan. Dan hari ini, hubungan mereka genap berusia satu tahun.
"Happy first year anniversary honey...", kata Afgan pada Maudy dengan mesra.
"Happy first year anniversary too sayang..", jawab Maudy.
Tak banyak hal yang manusia ketahui di dunia ini. Karena hidup bagaikan misteri. Termasuk kisah cinta mereka berdua. Pada awalnya memang hanya sebatas sahabat, tapi kini?? Mereka telah menjadi sepasang kekasih.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Give Me Dare! #2: Keluarga Baru

“If you’re still want people stay in your life. Then, try to care. Look around you! Learn! Only you can change you.” – Southern Eclipse. Pernah merasa takut berada dalam suasana baru? Pernah merasa khawatir mendapat penolakan dalam lingkungan tersebut? Jika iya, itu artinya aku tidak sendiri. Aku selalu takut jika berurusan dengan sesuatu hal yang baru. Aku takut jika nantinya hal tersebut tidak menerimaku dan jika aku diterima, aku takut terlena dengan hal itu kemudian melupakan beberapa hal yang ada di masa lalu. Aku benci saat banyak orang menghakimi tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam diriku. Mereka hanya berucap tanpa mengerti ketakutan yang aku rasakan. Aku tidak seperti mereka, aku berbeda. Aku merasa ada tembok tinggi yang menghalangi kebebasanku untuk melakukan hal yang orang lain lakukan. Dan sepertinya ketakutan itu sudah tertanam kuat di pikiranku. Beberapa lama setelah aku dinyatakan diterima di perguruan tinggi, rasa takut yang aku rasakan semakin be

Tentang Kita, Cerita Kita

“Kamu, tuh, pembohong terbaik di seluruh dunia. Kamu bisa bohong ke semua orang, tapi engga ke aku. Kamu itu rapuh, itu yang bikin aku ada disini buat jagain kamu.” – A.S. Sehebat apapun aku menyembunyikan suatu hal, kamu selalu berhasil mengetahuinya. Membuatku tidak pernah sanggup berbohong kepadamu, termasuk perihal perasaanku. Terkadang aku benci saat kamu bisa membaca semuanya secara tepat, membuatku tidak mempunyai celah untuk berbohong. Kamu selalu bisa membuatku tidak berani menatap mata elangmu itu. Kamu selalu punya cara untuk membongkar semuanya. Tigabelas tahun bukan waktu yang singkat untuk kita. Banyak hal baru yang kita lakukan bersama. Banyak kenangan indah yang kita buat bersama. Banyak kenyataan menyakitkan yang kita rasakan bersama. Dulu, saat keadaan belum sedekat ini, kamu adalah laki-laki pertama yang aku benci di hidupku. Kamu selalu mengangguku saat aku sedang belajar berjalan. Kamu selalu mengangguku saat aku sedang bermain. Kamu selalu saja mengangguku.

Rindu Ayah

"Gue gak pernah iri ngeliat orang pacaran mesra-mesraan. Gue cuma ngiri ngeliat Ayah sama anaknya bercanda-bercandaan"- Unknown. Iri? Ya, jelas. Di umur gue yang mulai dewasa ini, perhatian Ayah ke gue semakin berkurang. Berangkat sekolah, ketemu gak lebih dari lima menit. Gue pulang jam setengah 4, Ayah lagi kerja. Malem pas gue belajar, Ayah pulang dan keadaannya lagi cape parah. Jadi, sekarang gue jarang banget bisa ngobrol atau sekedar sharing masalah sekolah ke Ayah. Gue selalu ngiri ngeliat anak kecil yang digendong sama Ayah mereka. Gue selalu ngiri liat seorang Ayah yang nyuapin anaknya. Fyi, gue pernah ngerasain semua itu. lebih tepatnya 9 tahun yang lalu. Gak kerasa ya, gue udah gede. Ayah gak mungkin gendong gue lagi, gak mungkin nyuapin gue lagi, apalagi ngelonin gue tidur. Kalo dibilang kangen, gue selalu jawab banget. Kadang gue kalo lagi kangen suka ngode-ngode gitu ke Ayah. Gue sering bilang, "Yah, suapin dong." atau "Yah, keloniiinn....