Langsung ke konten utama

Sahabat Takkan Mengkhianati



Yessa, Sarah, Billy, dan Dhika adalah sahabat. Mereka sudah bersahabat sejak kecil. Tak ada yang dapat memisahkan mereka walaupun berbagai cobaan menerpa. Orang tua mereka juga bersahabat. Itu yang menyebabkan mereka tak bisa dipisahkan. Karena keakraban sudah lama terjalin.
Suatu hari, Sarah mencurahkan isi hatinya pada Yessa yang sedang duduk di gazebo rumahnya.
"Yes, gue mau curhat nih sama loe.", kata Sarah.
"Curhat apa? Tinggal ngomong aja, gue pasti setia dengerin curhatan loe kok.", jawab Yessa seraya menatap mata Sarah lekat-lekat.
"Sebenernya selama ini gue suka sama Dhika.", kata Sarah membuat pengakuan.
Yessa sangat terkejut, dia tak menyangka bahwa sahabatnya menyukai Dhika. Orang yang juga ia cintai.
"Serius loe? Tapi kan kita sahabat. Sahabat ngga mungkin jadi cinta Rah.", kata Yessa.
"Tapi Yes, gue udah mendem perasaan ini lama banget. Gue cinta sama Dhika."
"Gue ngerti, tapi cinta akan merusak segalanya Sarah. Cinta loe ke Dhika cuma bikin persahabatan kita ancur.", kata Yessa meyakinkan Sarah.
"Loe ngga ngerti Yessa, karna loe ngga ngerasain perasaan gue."
"Gue ngerti tapi maksud gue bukan kaya gitu. Gue cuma ngga mau persahabatan kita ancur cuma karna cinta."
"Percuma gue ngomong sama loe Yes, ngga ada gunanya.", Sarah bangkit dari duduknya dan berjalan menjauhi Yessa.
"Terserah loe aja Rah. Tapi gue akan tetep ngejaga persahabatan kita."
Sarah tak memperdulikan perkataan Yessa. Dia terus berjalan keluar rumah.
"Sebenernya gue juga suka sama Dhika Rah. Maafin gue Rah.", gumam Yessa dalam hati.
Pada suatu malam, saat Yessa, Sarah, Billy, dan Dhika sedang berkumpul di suatu Restauran Jepang. Terlihat jelas Sarah memberikan perhatian lebih pada Dhika. Hal itu membuat Yessa cemburu. Namun, ia tetap ingin memendam perasaannya agar pesahabatannya tidak hancur.
"Enak ngga sushinya Dhik?", tanya Sarah pada Dhika.
"Enak kok Rah. Eh, loe kok ngga makan Yes?", tanya Dhika pada Yessa.
"Ngga, udah kenyang.", jawab Yessa bohong.
"Tapi ini enak lho!", kata Dhika meyakinkan Yessa untuk mencicipi sushi yang telah dipesan.
"Ngga gue lagi males makan, loe aja Dhik."
"Udah biarin aja. Mending loe makan sama gue.", kata Sarah pada Dhika.
"Udah, ngga usah ribut. Cepet, habisin tuh sushi. Habis ini kita pulang.", kata Billy tiba-tiba.
"Iya onyong.", jawab Sarah. Onyong adalah panggilan akrab mereka untuk Billy.
Selesai makan sushi, mereka pulang ke rumah mereka masing-masing dengan mobil Dhika. Tujuan pertama yaitu rumah Billy. Sesampainya dirumah Billy, mobil Dhika kembali berjalan menuju rumah Sarah.
Sarah sudah sampai dirumahnya. Kini hanya tersisa Yessa dan Dhika di dalam mobil. Mobil Dhika kembali melaju kencang. Tiba-tiba, mobil Dhika berhenti di sebuah taman yang sepi. Dhika mengajak Yessa masuk ke dalam taman.
"Ngapain loe ngajak gue kesini? Ini udah malem, lebih baik kita pulang.", tanya Yessa pada Dhika.
"Gue mau ngomong sesuatu sama loe Yes.", jawab Dhika dengan tampang serius.
"Penting ngga? Kalo ngga terlalu penting, bisa dong ngomongnya besok di sekolah."
"Penting banget, ini menyangkut masa depan kita berdua."
"Masa depan?? Kita??? Maksudnya apa sih?! Gue bener-bener ngga ngerti.", tanya Yessa bingung.
"Yessa, gue itu suka sama loe. Dari dulu, sejak kita SMP. Gue cinta sama loe. Loe mau ngga jadi pacar gue??", kata Dhika seraya bersimpuh dihadapan Yessa.
Deg!! Hati Yessa hancur tiba-tiba. Perasaannya memang terbalas. Namun, dipikirannya kini hanyalah Sarah dan persahabatannya.
"Gue ngga bisa nerima loe Dhika. Bagi gue persahabatan adalah segalanya. Gue ngga mungkin ngekhianatin sahabat gue sendiri.", gumam Yessa dalam hati.
"Gimana Yes? Loe mau kan nerima gue jadi pacar loe??", kata Dhika memecah keheningan taman.
"Sorry, gue ngga bisa nerima loe. Gue ngga mau persahabatan kita ancur cuma karna hubungan ini. Gue sayang sama loe, tapi cuma sebatas sahabat. Ngga lebih Dhik.", jawab Yessa gugup.
"Gue rela kok kalo kita harus backstreet.", kata Dhika seraya membangkitkan tubuhnya.
"Ngga bisa Dhik. Itu semua bakal ngebuat hati Sarah dan Billy sakit. Mereka pasti akan ngerasa diboongin sama kita.", Yessa terus mengelak. "Udah malem Dhik, lebih baik kita pulang."
"Tapi Yes..."
"Pliiss, gue mau pulang sekarang.", kata Yessa tegas.
"Ok."
Selama diperjalanan, Yessa dan Dhika tak lagi seperti tadi. Mereka saling diam, bahkan mereka tidak mau bertatapan.
Sesampainya di rumah Yessa, ia segera membuka pintu mobil Dhika. Sebelum Yessa keluar, Dhika menggenggam tangan Yessa.
"Gue akan tunggu loe sampe loe siap buat nerima gue.", kata Dhika.
Yessa tidak menggubris sama sekali. Ia terus berjalan menjauhi Dhika. Perlahan-lahan, Yessa membuka pintu rumahnya dan masuk ke dalam rumah. Sebelum pintu benar-benar tertutup, Yessa memandang mobil Dhika yang sudah melaju.
Malam itu, baik Yessa maupun Dhika sama-sama tidak bisa tidur. Mereka berdua masih memikirkan kejadian yang baru saja terjadi.
"Gue tau loe cinta sama gue Yes. Tapi kenapa loe ngga mau nerima gue?", gumam Dhika dalam hati seraya melihat fotonya bersama Yessa.
Kegalauan yang dirasakan Dhika sama seperti perasaan Yessa saat ini. Dia duduk termenung di meja belajarnya.
"Maafin gue Dhik. Gue cinta sama loe, tapi gue ngga bisa nerima loe. Kalo gue nerima loe, itu cuma bikin Sarah sakit hati dan bikin persahabatan kita ancur.", desis Yessa.
Keesokan harinya, saat di sekolah mereka berkumpul bersama disalah satu bangku kantin. Yessa dan Dhika duduk bersebelahan. Mereka tak lagi se-enjoy dulu. Kini mereka terlihat kaku.
Dhika memegang tangan Yessa dan berkata, "Loe mau pesen apa?"
"Ngga Dhik, gue mau ke perpus aja.", jawab Yessa seraya berjalan menuju perpustakaan.
"Kenapa tuh si Yessa?", tanya Sarah.
"Lagi PMS mungkin.", jawab Billy.
"Yessa pasti ngejahuin gue. Dia ngga mau Billy sama Sarah tau kalo gue suka sama dia.", gumam Dhika dalam hati.
"Mau pesen apa Mas, Mba?", tanya seorang pelayan pada mereka bertiga.
"Gue pesen bakso sama jus mangga aja deh.", kata Sarah.
"Gue juga. Loe mau pesen apa Dhik?", tanya Billy pada Dhika.
"Ikut kalian aja."
"Berarti kita pesen bakso tiga sama jus mangganya tiga ya Mba.", kata Sarah pada pelayan itu.
"Ok, tunggu sebentar ya Mas, Mba.", pelayan itu pun kembali ke kedainya.
Dhika masih saja melamun. Bahkan dia tidak sadar bahwa sedari tadi Sarah memandangnya.
"Loe kenapa Dhik? Sikap loe hari ini aneh.", tanya Sarah pada Dhika hingga Dhika tersadar dari lamunannya.
"Gue ngga pa-pa kok.", jawab Dhika tergagap.
Makanan yang dipesan sudah datang. Sarah dan Billy segera manyantap  makanan yang ada dihadapan mereka. Kecuali Dhika, dia hanya mengacak isi mangkok yang ada dihadapannya itu.
"Kok loe ngga makan??", tanya Billy kepo.
"Males ah..", jawab Dhika.
Bel masuk telah berbunyi mereka bertiga kembali ke dalam kelas. Di dalam kelas sudah ada Yessa yang sedang membaca sebuah buku.
"Loe kenapa tadi ngga ikut gabung?", tanya Billy pada Yessa.
"Gue ngga laper.", jawab Yessa.
Bu Laras sudah masuk ke dalam kelas. Semua siswa memperhatikan Bu Laras. Terkecuali Dhika, ia terus memandang Yessa.
"Ngga usah liatin gue kaya gitu deh. Loe mau dihukum sama Bu Laras.", kata Yessa memudarkan lamunan Dhika.
"Eh, iya iya.", jawab Dhika gugup.
Pelajaran terus berlanjut hingga bel pulang sekolah berbunyi. Yessa, Sarah, Billy, dan Dhika keluar dari kelas. Yessa tidak ikut ke tempat parkir mobil. Dia terus berjalan menuju gerbang sekolah. Hingga mobil Dhika dan motor Billy menghampiriku. Di dalam mobil Dhika ada Sarah yang duduk tepat disampingnya.
"Ikut ngga Yes?", tanya Dhika pada Yessa.
"Ngga Dhik, gue bareng sama Billy aja.", jawab Yessa. "Bil, gue bareng loe ya?"
"Siap deh Yes.", jawab Billy.
"Ya udah deh. Gue duluan ya?", kata Dhika.
"Iya.", jawab  Yessa dan Billy serempak.
Di dalam perjalanan, Billy bertanya pada Yessa. "Gue tau Yes, loe nyimpen sesuatu dari gue, Sarah, dan Dhika kan?"
"Hah!! Maksud loe apaan sih?", jawab Yessa.
"Loe ngga usah boong sama gue. Kita udah sahabatan dari kecil Yes. Gue tau sifat loe kaya apa."
"Emang ada sesuatu yang gue rahasiain dari kalian. Gue akan jujur sama loe. Tapi loe harus janji sama gue, loe ngga boleh kasih tau hal ini sama Dhika apalagi Sarah.", kataku pada Billy tegas.
"Gue janji."
"Sebenernya, kemarin waktu kita pulang dari restauran Dhika ngajakin gue ke taman. Terus dia ngungkapin perasaannya ke gue."
Motor Billy berhenti tiba-tiba. "Ma..Maksud loe nembak Yes?"
"Iya. Tapi gue tolak, karena gue tau Sarah juga cinta sama Dhika."
"Apa??!!! Sarah cinta sama Dhika??"
"Iya Bil, itu sebabnya gue ngejauhin Dhika. Gue cuma ngga mau ada salah paham diantara kita."
"Gue paham kok, dan gue janji ngga akan ngasih tau ke mereka.", motor Billy kembali melaju.
Hari-hari terus berlalu, sikap Yessa pada Dhika masih sama seperti kemarin. Cinta telah merubah segalanya. Merubah persahabatan Yessa, Sarah, Billy, dan Dhika.
Hari ini adalah hari minggu. Hari dimana keempat sahabat itu memiliki kegiatan ekstrakurikuler basket. Yessa dan Billy sudah berada di lapangan sejak satu jam yang lalu. Mereka terlihat dekat, bahkan terlihat seperti orang yang sedang berpacaran.
Hingga Dhika datang dengan amarah yang berada dikepalanya. Dhika salah paham tentang kedekatan Yessa dengan Billy.
"Jadi ini yang bikin loe ngga mau nerima gue Yes?", kata Dhika penuh amarah.
"Ini cuma salah paham Dhik. Gue ngga punya hubungan apa-apa sama Yessa.", kata Billy mengelak.
"Udah ketauan masih ngga mau ngaku aja.", Dhika masih saja salah paham.
"Dhika, loe itu salah paham. Kita emang ngga punya hubungan apa-apa. Gue ngga nerima loe bukan karna Billy. Tapi karena...", kata-kata Yessa terputus sebelum menyelesaikannya.
"Karena apa????", Dhika mendesak Yessa untuk melanjutkan kata-katanya.
"Gue ngga bisa jelasin itu.", kata Yessa tertunduk.
Tiba-tiba Sarah datang dan sontak mengagetkan Yessa. "Apanya yang ngga bisa dijelasin???"
"Sarah........", kata Yessa.
"Kalian ngomong apa sih???", Sarah kembali bertanya. "Tadi gue denger dari jauh, loe bilang kalo loe ngga bisa nerima Dhika?? Maksudnya apa Yes??"
"Sar...."
"Tunggu-tunggu.. Jadi, Dhika nembak loe??", Sarah memutuskan kata-kata Yessa.
"Bukan gitu, maksudnya......"
"Alah, loe ngga usah ngeles deh. Loe sendiri yang bilang kalo gue ngga boleh jatuh cinta sama Dhika. Sama sahabat gue sendiri. Tapi loe......", Sarah terdiam sejenak. "Loe nikung gue Yes??? Tega loe.."
Belum sempat Yessa menjawab, Sarah pergi meninggalkan mereka bertiga.
"Ngga gitu maksudnya Sar. Sarah...!!!! Dengerin omongan gue.", teriak Yessa.
"Gue bener-bener ngga ngerti sama jalan pikiran loe Yes. Maksud ini semua apa?? Loe mau mempermainkan hati gue??", Dhika bicara lagi.
"Ngga gitu Dhika. Ini semua salah paham."
"Salah paham gimana? Jelas-jelas kalian berduaan disini, mesra banget kaya orang pacaran."
"Kita ngga pacaran Dhika.. Gue sama Yessa cuma sahabat.", Billy angkat bicara.
"Udah lah, ngga peru diperpanjang lagi. Kalian semua pengkhianat... Gue nyesel kenal sama kalian berdua...", Dhika pergi meninggalkan Yessa dan Billy.
Yessa duduk di pinggir lapangan seraya menangis. Dia tak habis pikir bahwa kejadiannya akan seperti ini.
"Ini semua salah gue Bil. Kalo gue cerita ke Dhika dan Sarah, pasti kejadiannya ngga akan kaya gini. Loe juga ngga akan dibenci sama Dhika. Maafin gue Bil..", kata Yessa menangis. Billy memberikan bahunya pada Yessa.
"Udah Yessa, loe ngga boleh sedih kaya gini. Kita bisa memperbaiki semuanya dari awal. Gue akan ngejelasin semua sama Dhika."
"Makasih Billy, loe emang sahabat gue yang paling ngertiin gue."
"Sama-sama Yes."
Billy bergumam dalam hati. "Sahabat??? Kapan loe bisa nyadar Yes, gue itu suka sama loe. Gue cinta sama loe. Ngeliat loe kaya gini bikin hati gue kaya disayat pisau paling tajem tau ngga."
Keesokan harinya, Yessa berusaha untuk menjelaskan kejadian yang sebenarnya pada Sarah.
"Sar, gue mau ngejelasin semua sama loe.", kata Yessa.
"Ngga ada yang perlu dijelasin. Semua udah jelas.", balas Sarah ketus.
"Kejadian yang sebenarnya bukan kaya gitu."
"Terus???"
"Ok.", Yessa menarik napas dalam-dalam. "Jujur, gue emang suka sama Dhika dan dia juga pernah nembak gue. Tapi gue tolak kok. Karena gue tau, kalo loe jatuh lebih cinta sama Dhika. Gue juga ngga mau loe salah paham."
"Loe!!", gerakan tangan Sarah hampir menuju pipi merah milik Yessa.
"Kalo loe mau nampar gue, silahkan. Gue terima kok. Tampar aja gue, pukul gue Sar."
Tiba-tiba sarah memeluk Yessa. "Maafin gue Yes. Gue yang salah, gue terlalu egois."
"Engga, bukan loe yang salah. Tapi gue...", Yessa dan Sarah berpelukan seraya menangis bersama.
"Udah ngga usah nangis, lebih baik kita pergi ke taman tempat kita biasa ngumpul."
"Iya, udah lama juga ya kita ngga kesana.", Sarah menyapu air matanya.
"Makanya, cepetan gih siap-siap."
Dilain tempat, Billy berusaha menjelaskan semuanya pada Dhika. Namun, itu semua terasa sulit. Karena sifat Dhika yang keras kepala.
"Dhika, gue mau ngomong sama loe.", kata Billy.
"Ngapain loe kesini?? Ngga pergi bareng sama Yessa?? atau ke bioskop bareng dia???"
"Dhika!!! Harus berapa kali gue bilang, gue ngga pacaran sama Yessa. Harusnya loe nyesel udah benci sama dia dan ngatain dia pengkhianat."
"Itu emang julukan yang pantes kok buat dia."
"Cukup Dhik!! Gue tau hati loe terluka karena kejadian ini. Tapi hati Yessa jauh lebih terluka. Selama ini dia juga cinta sama loe Dhik.", amarah Billy memuncak.
"Kalo dia cinta sama gue, kenapa dia ngga nerima cinta gue??"
"Loe mau tau kenapa?? Karena dia ngga mau nyakitin hati Sarah. Sarah itu suka sama loe, itu yang bikin Yessa ngga nerima loe. Dia itu tau, kalo loe jadian sama dia pasti Sarah bakal marah besar sama Yessa."
"Loe ngga boongin gue lagi kan??"
"Buat apa gue boong sama loe Dhik.", Billy meyakinkan Dhika.
"Sekarang Yessa ada dimana??", tanya Dhika pada Billy.
"Dia ada di taman biasa kita kumpul."
"Ok, gue akan kesana sekarang juga."
"Tunggu."
"Apalagi??"
"Gue ikut."
"Ayo cepet.."
Dhika dan Billy segera berangkat menuju taman yang dituju. Yessa dan Sarah sudah di taman. Lima menit kemudian Dhika dan Billy pun sampai di taman itu.
"Yessaa....!!!", mendengar ada teriakkan yang memanggil namanya, Yessa segera menoleh kebelakang.
"Dhika..", gumam Yessa.
Segera Dhika memeluk Yessa erat-erat. "Maafin gue Yes."
"Bukan loe yang salah, tapi gue.", kata Yessa pada Billy.
"Loe mau kan maafin gue?", tanya Dhika menyesal.
"Gue ngga pernah marah kok sama loe."
"Makasih Yessa.."
"Pokoknya mulai sekarang, kita ngga boleh nutupin masalah kita. Kita harus cerita. Mau itu tentang cinta, sekolah, ataupun keluarga.", kata Billy.
"Gue setuju banget..", imbuh Sarah. "Pelukan yuk"
"Berpelukan........", mereka kembali akrab seperti semula.
"Sarah, loe harus tau sesuatu..", kata Yessa pada Sarah.
"Apa Yes?"
"Seorang sahabat ngga akan mengkhianati sahabatnya hanya karena cinta.", kata Yessa seraya tersenyum.
"Gue percaya itu Yes. Sekarang gue udah relain loe sama Dhika. Gue ngga berhak dapetin dia, karena dia cuma cinta sama loe..", kata Sarah.
"Tapi Rah..."
"Udah ngga pa-pa, kalian juga berhak untuk bahagia.."
Tiba-tiba Dhika bersimpuh dihadapanku. "Yessa, loe mau kan jadi pacar gue??"
Sebelum menjawab, Yessa menatap Sarah dan Billy. Mereka berdua menganggukkan kepala pertanda setuju.
"Iya, gue terima cinta loe karena gue juga cinta sama loe..", jawab Yessa tersenyum.
"Makasih Yes..", Dhika memeluk Yessa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Give Me Dare! #2: Keluarga Baru

“If you’re still want people stay in your life. Then, try to care. Look around you! Learn! Only you can change you.” – Southern Eclipse. Pernah merasa takut berada dalam suasana baru? Pernah merasa khawatir mendapat penolakan dalam lingkungan tersebut? Jika iya, itu artinya aku tidak sendiri. Aku selalu takut jika berurusan dengan sesuatu hal yang baru. Aku takut jika nantinya hal tersebut tidak menerimaku dan jika aku diterima, aku takut terlena dengan hal itu kemudian melupakan beberapa hal yang ada di masa lalu. Aku benci saat banyak orang menghakimi tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam diriku. Mereka hanya berucap tanpa mengerti ketakutan yang aku rasakan. Aku tidak seperti mereka, aku berbeda. Aku merasa ada tembok tinggi yang menghalangi kebebasanku untuk melakukan hal yang orang lain lakukan. Dan sepertinya ketakutan itu sudah tertanam kuat di pikiranku. Beberapa lama setelah aku dinyatakan diterima di perguruan tinggi, rasa takut yang aku rasakan semakin be

Rindu Ayah

"Gue gak pernah iri ngeliat orang pacaran mesra-mesraan. Gue cuma ngiri ngeliat Ayah sama anaknya bercanda-bercandaan"- Unknown. Iri? Ya, jelas. Di umur gue yang mulai dewasa ini, perhatian Ayah ke gue semakin berkurang. Berangkat sekolah, ketemu gak lebih dari lima menit. Gue pulang jam setengah 4, Ayah lagi kerja. Malem pas gue belajar, Ayah pulang dan keadaannya lagi cape parah. Jadi, sekarang gue jarang banget bisa ngobrol atau sekedar sharing masalah sekolah ke Ayah. Gue selalu ngiri ngeliat anak kecil yang digendong sama Ayah mereka. Gue selalu ngiri liat seorang Ayah yang nyuapin anaknya. Fyi, gue pernah ngerasain semua itu. lebih tepatnya 9 tahun yang lalu. Gak kerasa ya, gue udah gede. Ayah gak mungkin gendong gue lagi, gak mungkin nyuapin gue lagi, apalagi ngelonin gue tidur. Kalo dibilang kangen, gue selalu jawab banget. Kadang gue kalo lagi kangen suka ngode-ngode gitu ke Ayah. Gue sering bilang, "Yah, suapin dong." atau "Yah, keloniiinn....

Kamu; Penduduk Bumi

Cerita ini kubuat spesial untukmu, Penduduk Bumi. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menyimpan kenangan dengan seseorang. Kali ini aku memilih membuat cerita ini. Mencoba menggali kembali kenangan yang sudah terlewati. Mengingat banyak hal yang pernah terlupakan. Mengulik perjalanan panjang yang pernah terjadi bersamamu, Penduduk Bumi. Boleh aku memulainya? Tentu saja, ini ceritaku. Kamu–Penduduk Bumi–yang selalu ada, terimakasih sudah bertahan sejauh ini. Kamu tahu? Aku takut kamu menghilang seperti yang lain,  jauh sebelum kamu merasakannya juga. Aku takut kamu pergi saat aku mulai terbiasa. Aku takut kamu pergi saat aku mulai nyaman. Aku takut, jujur saja. Itu sebabnya aku pernah sedikit menghindarimu. Berjaga-jaga agar hatiku tidak terlalu sakit saat kamu memilih pergi. Apa kamu menyadarinya? Eum, sepertinya tidak. Kamu–Penduduk Bumi–yang selalu hadir dengan semangat yang kamu punya, terimakasih untuk semua waktumu. Terimakasih karena tidak pernah lelah menghadapi