Langsung ke konten utama

Cinta Yang Tulus



Sari dan Rian adalah sepasang kekasih yang sedang dilanda cinta. Mereka selalu terlihat mesra dimanapun mereka berada. Sari dan Rian juga terkenal di sekolahnya sebagai siswa yang berprestasi. Hal itu membuat Rini yang juga teman sekelas Sari dan Rian cemburu.
Rini memang dikenal egois dan genit di sekolahnya. Berbagai cara telah ia lakukan untuk menghancurkan hubungan Sari dan Rian. Namun selalu saja gagal. Hingga pada suatu hari, Rini mengajak Rian untuk pergi berdua bersamanya. Awalnya Rian memang menolak, namun karena terus dipaksa oleh Sari, Rian akhirnya menuruti kemauan Sari.
Disuatu kafe, Rini yang mengenakan short dress warna ungu datang bersama Rian yang mengenakan baju kotak-kotak warna biru dan putih. Mereka mencari kursi yang kosong. Rini melihat ada bangku yang kosong di sudut kafe.
"Duduk sana aja yuk!!", ajak Rini pada Rian.
Rian menganggukkan kepala kecil tanpa berkata.
"Mau pesen apa Yan??", tanya Rini pada Rian.
"Terserah kamu aja."
"Ok.", Rini memanggil seorang pelayan. "Mba!!"
"Mau pesan apa?", tanya pelayan itu.
"Saya pesan mini cake dua sama soft ice cream dua."
"Ok, tunggu ya Mba.", pelayan itu kembali ke dapur.
Rini terus memandangi Rian. Sebaliknya, Rian sangat acuh pada Rini.
"Habis ini kita langsung pulang.", kata Rian.
"Kenapa? Kamu takut Sari tau kalo kita jalan berdua?"
"Ngga, lagi males aja."
"Rian, aku mau kamu tau sesuatu..", kata Rini sambil menatap Rian lekat-lekat.
"Tinggal ngomong aja."
"Kenapa sih kamu bisa cinta banget sama Sari?", tanya Rini.
"Karna dia cewek unik dan ngga ngeselin kaya kamu..", kata Rian serius pada Rini. "Sekarang gantian aku yang tanya sama kamu. Kenapa kamu selalu ganggu hubunganku sama Sari??"
"Aku ngga suka sama Sari dan aku benci banget sama dia."
"Tapi kenapa?? Sari itu kan baik banget sama kamu."
"Dia itu udah ngerebut kamu dari aku. Rian, aku sayang banget sama kamu.", kata Rini.
"Dia ngga pernah ngerebut aku dari kamu. Kita emang saling cinta."
"Rian..", Rini memegang tangan Rian. Rian berusaha untuk melepaskannya namun gagal. "Putusin Sari."
Sebelum Rian menjawab. Sari datang dihadapan mereka. Rian sangat terkejut. Namun itu semua sudah terlambat. Sari terlanjur salah paham pada Rian.
"Rian..", kata Sari sambil menahan air mata.
"Sari.. Ini ngga seperti apa yang kamu liat."
"Aku liat pake mata kepalaku sendiri Rian. Aku kecewa sama kamu", Sari keluar dari kafe sambil nangis.
"Sari..! Kamu salah paham Sar.", Rian bangkit dari tempat duduknya dan mengejar langkah Sari.
"Sar, tunggu..!! Aku bisa jelasin semua..", Rian menggamit tangan Sari. Sari berusaha melepaskan, namun genggaman itu semakin kuat.
"Ngga ada yang perlu dijelasin. Semuanya udah jelas. Lepasin tanganku.", kata sari sambil terus berusaha untuk melepaskan tangannya dari tangan Rian.
"Sari..!!! Ini cuma salah paham."
"Salah paham?? Kamu bilang ini salah paham?? Aku liat kamu berduaan sama Rini di kafe sambil pegangan tangan. Apa itu yang namanya salah paham??", Kata Sari dengan nada yang tinggi.
"Sar, ini...."
Sari kembali melanjutkan kata-katanya. "Kamu tega ya Yan.. Aku pikir kamu itu cowok terbaik buat aku. Tapi aku salah, kamu justru lebih buruk dari cowok lain."
"Sari...!!"
"Lepasin..!!! Lepasin Rian..", Sari terus berusaha melapaskan genggaman Rian. Hingga akhirnya ia dapat melepaskannya dan pergi meninggalkan Rian.
"Sari..!!!!", Sari tak peduli lagi pada Rian. Ia terus berlari sambil berderai air mata.
Masih di pintu kafe, Rini tersenyum bahagia melihat Rian dan Sari bertengkar.
Keesokan harinya, sikap Sari masih sama seperti semalam. Dia menjauhi Rian. Sari sangat kecewa, karena ia tak pernah menyangka bahwa orang paling ia sayang akan melakukan itu padanya.
Saat Sari sedang duduk di kelas. Ia menemukan sebuah surat yang ditujukan untuknya.
Sari, aku akan jelasin semua sama kamu. Tunggu aku di gerbang sekolah.
Orang yang mencintaimu,
Rian
"Dasar cowok keras kepala!! Sebenernya apa sih tujuan dia semalem??? Apa ini cuma settingan Rini?? Dia kan satu-satunya orang yang ngga suka sama hubunganku dan Rian.", pikir Sari dalam hati. "Lebih baik aku nemuin dia dan memutuskan hubungan ini."
Bel pulang sekolah telah berbunyi. Sari sudah berada di gerbang sekolah.
"Lama ya nunggunya??", Rian tiba-tiba datatang mengagetkan Sari.
"Eh, ngga kok. Aku juga baru nyampe."
"Oh, gitu. Ikut aku Yuk!!", Rian menggamit tangan Sari.
"Kemana?? Katanya ketemuan disini."
"Ngga mungkin aku ngomong disini. Kita ke taman aja."
"Terserah kamu aja."
Mereka berjalan berdampingan menuju taman dekat sekolah.
"Duduk situ aja Sar.", kata Rian sambil menunjuk bangku panjang di sudut taman.
Sari hanya tersenyum dan berjalan dibelakang Rian.
"Udah nyampe taman kan?? Cepet mau ngomong apa?? Aku ngga punya banyak waktu.", kata Sari judes.
"Kamu masih marah sama aku??", tanya Rian pada Sari.
"Ngga, cepet mau ngomong apa??"
"Soal semalem itu kamu salah paham. Ini cuma settingan Rini aja. Aku bener-bener ngga ada apa-apa sama dia.", Rian menjelaskan pada Sari.
"Benar dugaanku, ini cuma settingan Rini. Lebih baik aku putuskan saja hubungan ini. Aku ngga mau Rian jadi tumbalnya.", gumam Sari dalam hati.
"Yan, maaf. Mungkin kita ngga bisa jalan lagi. Kita harus putus disini.", kata Sari.
"Sari, ini cuma salah paham. Kita bisa memperbaiki hubungan ini."
"Rian, aku bener-bener minta maaf. Aku ngga mau terus-terusan berantem sama kamu. Aku cape."
"Sar.."
"Maaf, tapi aku ngga bisa. Lebih baik Rini bahagia daripada aku liat kamu berantem terus sama aku."
"Sari... Kamu ngga perlu ngorbanin cinta kamu cuma buat masalah ini."
"Sekali lagi aku minta maaf. Tapi aku ngga bisa.", Sari pergi meninggalkan Rian di taman.
Sari menangis sembari berlari.
"Seharusnya kamu ngga ngelakuin ini. Aku tau cintamu tulus banget sama aku. Tapi aku bener-bener ngga bisa. Aku sayang kamu Rian.", gumam Sari dalam hati.
Sesekali Sari menengok Rian yang sedang duduk termangu di bangku sambil menangis. Walaupun cinta mereka tulus, tapi  cinta mereka tak bisa saling memiliki.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Give Me Dare! #2: Keluarga Baru

“If you’re still want people stay in your life. Then, try to care. Look around you! Learn! Only you can change you.” – Southern Eclipse. Pernah merasa takut berada dalam suasana baru? Pernah merasa khawatir mendapat penolakan dalam lingkungan tersebut? Jika iya, itu artinya aku tidak sendiri. Aku selalu takut jika berurusan dengan sesuatu hal yang baru. Aku takut jika nantinya hal tersebut tidak menerimaku dan jika aku diterima, aku takut terlena dengan hal itu kemudian melupakan beberapa hal yang ada di masa lalu. Aku benci saat banyak orang menghakimi tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam diriku. Mereka hanya berucap tanpa mengerti ketakutan yang aku rasakan. Aku tidak seperti mereka, aku berbeda. Aku merasa ada tembok tinggi yang menghalangi kebebasanku untuk melakukan hal yang orang lain lakukan. Dan sepertinya ketakutan itu sudah tertanam kuat di pikiranku. Beberapa lama setelah aku dinyatakan diterima di perguruan tinggi, rasa takut yang aku rasakan semakin be

Rindu Ayah

"Gue gak pernah iri ngeliat orang pacaran mesra-mesraan. Gue cuma ngiri ngeliat Ayah sama anaknya bercanda-bercandaan"- Unknown. Iri? Ya, jelas. Di umur gue yang mulai dewasa ini, perhatian Ayah ke gue semakin berkurang. Berangkat sekolah, ketemu gak lebih dari lima menit. Gue pulang jam setengah 4, Ayah lagi kerja. Malem pas gue belajar, Ayah pulang dan keadaannya lagi cape parah. Jadi, sekarang gue jarang banget bisa ngobrol atau sekedar sharing masalah sekolah ke Ayah. Gue selalu ngiri ngeliat anak kecil yang digendong sama Ayah mereka. Gue selalu ngiri liat seorang Ayah yang nyuapin anaknya. Fyi, gue pernah ngerasain semua itu. lebih tepatnya 9 tahun yang lalu. Gak kerasa ya, gue udah gede. Ayah gak mungkin gendong gue lagi, gak mungkin nyuapin gue lagi, apalagi ngelonin gue tidur. Kalo dibilang kangen, gue selalu jawab banget. Kadang gue kalo lagi kangen suka ngode-ngode gitu ke Ayah. Gue sering bilang, "Yah, suapin dong." atau "Yah, keloniiinn....

Dialog Batin dengan Tuhan

  Tuhan, aku lelah, sungguh. Entah sampai kapan aku harus melalui ini semua. Aku lelah, Tuhan. Sungguh-sungguh lelah. Semua yang hadir, semua yang terjadi, rasanya aku sudah tidak sanggup lagi meghadapinya. Aku paham; sangat, aku tidak bisa terus mengeluhkan hidup. Tidak seharusnya aku seperti ini. Tuhan, bisakah aku berhenti sejenak? Menarik napas dalam-dalam dan berdamai dengan diriku sendiri sebelum mencoba berdamai dengan permainan semesta? Tuhan, maukah Kau mendengar suara hatiku? Aku merasa asing pada jiwa yang Kau tanamkan dalam tubuh ini. Aku merasa asing dengan segalanya. Begitu banyak beban yang diberikan padaku. Begitu beratnya beban yang harus kupikul saat ini. Aku harus apa, Tuhan? Aku harus seperti apa? Bolehkah aku rehat? Aku bukannya tidak mensyukuri kehidupan yang engkau beri. Bukan, aku hanya lelah. Tuhan, apakah jalanku masih sangat panjang? Apakah aku harus menyelesaikan permainan semesta ini? Apa aku tidak diberi pilihan untuk lari dari semuanya? Aku lelah Tuha