Teruntuk, Laki-laki berinisial V.
Hai, Penghuni Saturnus!
Masih ingat aku? Manusia Bumi yang sering kamu sebut
aneh. Manusia Bumi yang sering menganggu waktumu. Manusia Bumi yang pernah
hadir di hidupmu. Kamu tahu, aku rindu. Tapi aku tidak pernah mengatakannya
karena kamu pernah berkata, “Jangan rindu, rindu itu berat.” Kamu mengutipnya
dari novel favorit temanmu “Dilan”. Oh iya, terimakasih sudah memberiku novel
Dilan dan Milea yang aku idam-idamkan sejak dulu. Novel itu menjadi
satu-satunya bukti bahwa kita pernah dipertemukan secara maya.
Kita dipertemukan dengan cara yang bisa dibilang
aneh. Aku mengenalmu sebagai Penghuni Saturnus dan kamu mengenalku sebagai
Manusia Bumi, hanya itu. Namamu pun aku tidak tahu, begitu pula sebaliknya.
Hahaha, lucu memang. Bahkan aku baru menyadarinya saat kamu menghilang. Selama
ini, baik aku maupun kamu tidak pernah ada yang menyebut nama masing-masing.
Kita memang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Kebiasaanmu yang
menggunakan “lu-gua” membuat percakapan di antara kita menjadi semakin
variatif. Ketika “lu” dibalas “kamu” dan “gua” dibalas “aku” membuatku merasa
aneh pada awalnya, tapi aku mencoba untuk terbiasa pada hal itu. Bukankah kita
sangat berbeda?
Saat itu, setiap harinya kita bercerita tentang
banyak hal. Kamu yang selalu dihukum guru BK bahkan juga kepala sekolah, kamu
yang bercerita betapa jengkelnya kamu dengan sikap jahil dan manjanya adikmu,
kamu yang bercerita tentang kedekatanmu dengan Ayahmu selayaknya sahabat, kamu
yang bercerita dengan bangganya bahwa kamu adalah teman dan pendengar yang
baik. Tapi anehnya aku percaya itu semua, karena kamu telah membuktikannya
padaku. Saat aku membutuhkan teman untuk berbagi, kamu ada disini bersamaku.
Aku ingat kamu pernah berkata, “Lu bisa
ngelampiasin emosi lu ke gua.” “Gua udah biasa di capslock.” itu jawabanmu
ketika aku berkata “Tapi aku kalo emosi
sukanya pake capslock.” Aku benci mengatakan ini tapi kamu adalah orang, oh
bukan, kamu adalah laki-laki pertama selain sahabat kecilku yang kujadikan
pelampiasan amarahku. Apa yang kamu lakukan saat itu? Kamu hanya diam dan
membiarkanku melampiaskan semuanya. Kamu mendengarkanku tanpa bertanya, seakan
kamu mengerti yang kubutuhkan hanya didengar bukan ditanya. Saat aku mulai
tenang, saat itu juga kamu mulai memberi nasihat dan saran yang langsung masuk
menusuk hatiku. Setiap saran yang kamu beri membuatku sadar, bukan hanya aku
yang terluka, bukan hanya aku yang bersedih, orang lain pun merasakan hal yang
sama. Aku merasa lega ketika kamu berada disisiku, aku merasa beruntung pernah
menjadikanmu pelampiasan amarahku.
Ingatkah kamu ketika aku bertanya, “Salah ngga sih kalo aku benci perpisahan?”
Saat itu jawabanmu sungguh di luar pemikiranku, kupikir kamu akan “mengkritik”
pertanyaanku seperti yang lain, namun kamu menjawabnya dengan cara yang berbeda,
“Kehilangan emang ngga enak tapi dari
kehilangan itu lu bisa belajar cara ngehargai kebersamaan. Ngga ada orang yang
mau kehilangan tapi dari setiap pertemuan pasti bakal ada perpisahan. Itu semua
udah hukum alam.” Jika suatu hari nanti kamu membaca ini, pasti kamu akan
bertanya mengapa aku bisa mengingat dengan jelas semua percakapan itu.
Jawabannya adalah hingga detik ini; saat aku menulis ini, semua percakapan
tentang kita masih tersimpan rapi di
dalam ingatanku. Seperti kata orang-orang, aku adalah orang yang lebih senang
berpikir, maka dari itu aku menyimpan semuanya di dalam otakku, agar suatu saat
aku bisa kembali mengenangmu lewat pikiranku.
Hal yang paling aku rindukan adalah saat kita berdebat
mengenai politik. Kamu yang benci dengan segala hal tentang politik dan aku yang
sangat berkebalikan denganmu. Perdebatan panjang terjadi kala itu, saling
beradu argumen yang menurut masing-masing benar. Aku yang tidak mau mengalah
dan kamu yang terus mempertahankan argumenmu. Hingga akhirnya kamu mengalah
karena sikapku yang keras kepala ini. Ya, aku si gadis keras kepala yang
berhasil mengalahkan Penghuni Saturnus. Aku ingat saat itu kamu bilang “Lu tuh cewe, ngga usah jadi politikus mendingan
jadi dokter atau dosen aja.” Dan perkataanmu mengubah pemikiranku. Ambisiku
untuk menjadi politikus mulai berkurang, aku tidak tahu apakah ini semua 100%
karenamu atau karena hal lain. Mungkin saja karena aku berhasil menemukan mimpi
lain yang lebih “pantas” aku dapatkan. Tapi masa depan siapa yang tahu, kita
hanya bisa berusaha. Akan menjadi apa kita nanti biarlah waktu yang
menjawabnya, tapi aku berharap di masa depan kita akan dipertemukan secara nyata
dengan cara yang lebih aneh dan lebih mengesankan lagi.
Mengenalmu akhir-akhir ini membuatku lebih mengerti
arti hidup, aku belajar menjadi dewasa karenamu, aku belajar menjadi kakak yang
lebih sabar karenamu, aku belajar menghargai waktu karenamu, aku belajar
menjadi orang yang lebih baik karenamu. Aku merasa “Terimakasih” masih belum
cukup untuk membalas semuanya. Semua hal yang kamu lakukan padaku, membuatku
berpikir kamu adalah orang yang baik. Bahkan saat kamu melakukan hal yang tidak
pernah kubayangkan sebelumnya, aku masih saja menganggapmu orang baik. Karena aku
benar-benar yakin akan itu semua, kamu adalah orang baik. Bila ada orang yang
tidak terima dengan opiniku, silahkan saja. Akan aku buktikan pada dunia bahwa
kamu memang orang yang baik, bahkan sangat.
Mungkin cerita ini akan menjadi sebuah cerita yang
panjang bila aku menceritakannya lebih dalam lagi. Maka dari itu, biarkan aku
simpan kisah ini untuk diriku sendiri. Biarkan hanya aku, kamu, dan Tuhan yang
tahu tentang ini semua. Aku menulis cerita ini karena aku ingin mengingat
kenangan-kenangan indah kita dengan cara yang istimewa. Ketika aku mulai lupa,
aku akan membuka cerita ini dan kembali mengingat semua. Kupikir cukup sampai
disini, aku tidak ingin membuatku semakin sulit melepasmu. Dan bila kamu ingin
tahu, sakitnya melepasmu pergi hampir sama seperti rasa sakit yang aku rasakan
ketika aku kehilangan seseorang yang menjadi panutanku selama ini. Maaf bila
aku terlalu berlebihan tapi memang itu realita yang ada.
Pada akhirnya aku hanya bisa mengucapkan terimakasih.
Terimakasih atas duapuluh satu hari yang menyenangkan ini. Terimakasih atas
semua waktu yang kamu berikan untukku walaupun kamu orang yang sangat sibuk.
Terimakasih pernah singgah di hidupku walaupun itu hanya duapuluh satu hari.
Terimakasih sudah mau berbagi dan bercerita banyak hal. Terimakasih sudah
bersedia singgah di Bumi selama duapuluh satu hari. Terimakasih banyak,
Laki-laki Saturnus.
Dariku,
Gadis Aneh Penghuni Planet Bernama Bumi.
Komentar
Posting Komentar